Home Pendidikan

Usai Sorotan Pungutan MIN 1 Bojonegoro, Ancaman dari Oknum Komite Memicu Kecaman

by Media Rajawali - 22 Juni 2025, 11:04 WIB

Bojonegoro – Setelah publik digugah oleh surat edaran Komite MIN 1 Bojonegoro yang menetapkan “infaq partisipatif” sebesar Rp188.000 per siswa untuk mendanai berbagai kegiatan madrasah selama setahun, kini mencuat insiden yang jauh lebih mengkhawatirkan. Bukan klarifikasi atau diskusi terbuka yang muncul, melainkan ancaman kasar dan intimidasi terhadap wali murid yang mengkritik kebijakan tersebut.

Ungkapan bernada kekerasan itu terekam jelas dalam status WhatsApp seorang oknum yang diduga bagian dari Komite Madrasah, berinisial RD, pada Sabtu, 21 Juni 2025, pukul 13.50 WIB. Dalam unggahannya, RD menuliskan:

“Nek gak gelem bayar sekolah untuk kegiatan setahun, yowes anakmu muleh... kudu tak kremus sampek lembut... tak gandulno nek Monas...”
“Sekolah jalok gratis? Sekolahkan ke mbahem kono! Provokator! Jalok digantung neng cagak listrik!”

Nada-nada yang jauh dari etika pendidikan itu menuai reaksi keras dari masyarakat, akademisi, dan pakar hukum. Alih-alih meredam polemik, pernyataan RD justru memperkuat dugaan bahwa ada watak represif dalam tata kelola komite madrasah tersebut.

Komite sekolah sejatinya adalah jembatan partisipasi antara lembaga pendidikan dan orang tua murid. Namun dalam kasus ini, jembatan itu justru digunakan untuk mengintimidasi dan membungkam suara kritis.

Zuhdan Haris Zamzami, ST, SH, pakar hukum dari Kantor Hukum LAPKN Jombang, menyebut tindakan RD sebagai bentuk persekusi verbal yang berpotensi menjerat pidana.

“Kalimat ancaman yang disebarkan melalui media digital bisa dijerat Pasal 29 jo Pasal 45B Undang-Undang ITE, serta Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Status tersebut juga dapat dianggap intimidasi terhadap hak menyampaikan pendapat,” jelasnya.

Tak hanya melukai moral publik, tindakan ini juga dinilai mencoreng nama baik lembaga pendidikan berbasis keislaman seperti MIN.

Surat edaran Komite MIN 1 Bojonegoro yang sebelumnya beredar mencantumkan kewajiban pembayaran dana sebesar Rp188.000 per siswa, disebut sebagai “infaq partisipatif.” Namun pada kenyataannya, iuran ini ditagihkan saat pengambilan rapor menyiratkan adanya unsur pemaksaan terselubung.

Padahal, sesuai Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, secara jelas disebutkan:

Pasal 10 ayat (2): Penggalangan dana bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat.

Baca juga:

Pasal 12 huruf b: Komite dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/walinya.

UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Pasal 34 ayat (2): Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Dengan demikian, segala bentuk pungutan yang dilakukan atas nama inisiatif komite, tetapi disertai tekanan administratif atau sosial, merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum dan nilai keadilan sosial.

Reaksi dari orang tua pun bermunculan. Beberapa menyampaikan kekhawatiran karena anak-anak mereka bisa dikucilkan bila orang tuanya dianggap “bermasalah.” Seorang wali murid, yang meminta namanya dirahasiakan, berkata:

“Kami hanya ingin kejelasan dana dan akuntabilitas. Tapi malah diancam. Ini bukan watak lembaga pendidikan, tapi semacam otoritarianisme.”

Lebih jauh, banyak yang menilai status RD menunjukkan adanya upaya pembungkaman, seolah-olah MIN adalah lembaga eksklusif yang hanya menerima siapa yang “patuh dan mampu membayar.”

Kasus ini seharusnya menjadi alarm bagi Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bojonegoro dan pengawas madrasah untuk segera bertindak. Komite yang terindikasi menyalahgunakan kewenangannya perlu dievaluasi, dan jika terbukti melanggar regulasi, harus segera dibubarkan dan dibentuk ulang sesuai ketentuan hukum.

Di sisi lain, tindakan RD tidak bisa dibiarkan. Jika tidak ditindak, ini akan menciptakan preseden buruk dalam sistem pendidikan, di mana kritik justru dibalas dengan ancaman dan ketakutan.

MIN 1 Bojonegoro adalah lembaga pendidikan yang memiliki banyak peminat. Namun tingginya minat masyarakat tidak boleh menjadi justifikasi untuk melakukan praktik yang melanggar hukum dan nilai keadilan.

Pendidikan adalah hak konstitusional, bukan barang jasa. Komite sekolah bukan alat kekuasaan, melainkan mitra dialog. Ketika suara orang tua dibungkam dan kritik dibalas dengan ancaman, maka yang rusak bukan hanya relasi sosial tetapi nilai-nilai dasar dari pendidikan itu sendiri.

Pihak MIN 1 Bojonegoro maupun Komite Madrasah diberikan hak untuk menyampaikan klarifikasi atau hak jawab atas pemberitaan ini. Redaksi menjunjung asas keberimbangan dan terbuka untuk menerima tanggapan resmi dari semua pihak.

REDAKSI 

Share :