Bojonegoro – Kamis, 19 Juni 2025 ' Suasana yang semula hangat dalam kunjungan ke Kantor Desa Besah, Kecamatan Kasiman, Bojonegoro, berubah menjadi ketegangan tak terduga. Dua awak media, Ngadirin dan Marfu’ah, justru mendapat perlakuan tak pantas dari Kepala Desa Abdul Rohim, yang seolah-olah tak siap menerima kritik atau keberatan.
Insiden itu terjadi pada Senin, 16 Juni 2025, sekitar pukul 11.00 WIB. Dalam kunjungannya ke kantor desa, Ngadirin dan Marfu’ah diterima oleh Kepala Desa Abdul Rohim yang awalnya mempersilakan duduk dan membuka pembicaraan. Namun suasana berubah ketika sang kades mulai melontarkan pernyataan nyinyir:
“Sekarang desa tidak ada apa-apa. Lurah tidak bisa ambil duit. Jadi wartawan dan LSM sebaiknya siap-siap ganti profesi.”
Ngadirin dengan tenang merespons bahwa kehadiran wartawan dan LSM merupakan bagian dari sistem kontrol sosial masyarakat. Pernyataan ini justru memancing kemarahan kepala desa. Keduanya lantas diusir dari kantor desa, dan lebih mengejutkan, Kepala Desa diduga sempat melontarkan kalimat bernada ancaman fisik:
“Kamu tahu watakku, aku juga tahu watakmu. Kamu ngajak jotosan? Gelut di luar Desa Besah, ayo!”
Merasa situasi memburuk, Marfu’ah segera menarik Ngadirin keluar dari ruangan untuk menghindari keributan yang lebih besar. Insiden ini kemudian menjadi sorotan publik setelah diberitakan oleh media lokal lainnya.
Sebagai bentuk keberimbangan dan verifikasi informasi, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa Abdul Rohim baru dilakukan hari ini, Kamis 19 Juni 2025. Pesan konfirmasi telah dikirim melalui WhatsApp dan terbaca, namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada balasan atau klarifikasi yang disampaikan.
Baca juga:
Tak berhenti di situ, redaksi juga menghubungi Camat Kasiman, Novita Sari, pada hari yang sama. Dalam balasan tertulis, Camat menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah administratif:
“Ybs sudah kami panggil dan dilakukan pembinaan.”
Jawaban ini menegaskan bahwa kecamatan tidak membiarkan insiden ini berlalu tanpa tindakan. Meski tidak dijelaskan secara rinci bentuk pembinaan yang dimaksud, pernyataan itu memberi harapan bahwa etika pelayanan publik tetap menjadi perhatian pihak berwenang.
Perlu ditegaskan bahwa sikap mengusir jurnalis dari ruang pelayanan publik, apalagi disertai dengan intimidasi, tidak hanya melanggar norma etika pemerintahan, namun juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta Peraturan Bupati Bojonegoro Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik Desa.
Diketahui, Kepala Desa Abdul Rohim juga dikenal sebagai dalang wayang kulit yang terbiasa berbicara panjang lebar tanpa interupsi. Sejumlah warga menyebut gaya komunikasinya cenderung otoriter, seolah memosisikan warga dan mitra sosial seperti “wayang” yang tak layak membantah.
Namun demokrasi bukanlah panggung boneka. Kritik bukanlah bentuk permusuhan, dan jurnalisme bukan ancaman. Justru keberadaan media dan LSM adalah bagian dari sistem demokratis untuk memastikan bahwa kekuasaan dijalankan dengan transparansi dan tanggung jawab.
Kini, masyarakat menunggu: apakah insiden ini akan menjadi pelajaran berharga, atau hanya akan berlalu sebagai catatan kelam yang terabaikan?
REDAKSI