Home Opini

Uang Publik Mengering, Pengawasan Rapuh, Infrastruktur Tuban Tinggalkan Warisan Pahit

by Media Rajawali - 28 Agustus 2025, 16:40 WIB


  • Oleh : Budi Hartono 

Tuban — Proyek pembangunan infrastruktur yang semestinya menjadi wujud nyata pelayanan pemerintah kepada rakyat, justru menyisakan pertanyaan serius di Kabupaten Tuban. Indikasi lemahnya pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, dan Kawasan Permukiman (DPU-PR PRKP) menimbulkan kesan bahwa proyek-proyek fisik berjalan tanpa kendali, sehingga kualitas hasil pekerjaan pun diragukan.

Kasus terbaru tampak pada proyek pembangunan saluran pembuang dengan material utama L-Shape di Desa Sotang, Kecamatan Tambakboyo, tahun anggaran 2024. Struktur yang belum lama selesai dibangun itu telah menunjukkan kerusakan signifikan. Diduga, pada bagian caping (sloof), tidak dipasang tulangan pembesian yang seharusnya menjadi elemen vital untuk memberikan kekuatan tarik beton serta menjaga kestabilan konstruksi. Ketiadaan elemen dasar ini bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi gambaran jelas lemahnya fungsi pengawasan.

Padahal, pembesian pada caping berperan sebagai pengikat utama untuk mencegah retak dan memastikan daya tahan bangunan terhadap tekanan maupun guncangan. Mengabaikan standar teknis semacam ini sama saja membuka jalan bagi keruntuhan dini sebuah proyek yang dibiayai dari uang rakyat.

Pertanyaan kemudian mengemuka: sejauh mana keseriusan DPU-PR PRKP dalam menjalankan mandat pengawasan? Sebagai lembaga teknis, dinas tersebut memiliki tanggung jawab penuh, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penyerahan proyek. Pengawasan yang kuat seharusnya menjamin mutu pekerjaan sesuai kontrak, spesifikasi teknis, serta jadwal yang ditetapkan. Namun realitas di lapangan menunjukkan adanya celah yang besar antara idealisme administrasi dan praktik nyata.

Baca juga:

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2024 menambah lapisan kritik atas lemahnya pengelolaan proyek di Tuban. Laporan BPK menyoroti berbagai penyimpangan, mulai dari volume pekerjaan yang tidak sesuai, denda keterlambatan yang belum ditagihkan, hingga indikasi kerugian daerah. Fakta tersebut bukan hanya menyingkap lemahnya fungsi kontrol internal, melainkan juga menandakan adanya pola berulang: proyek infrastruktur sering kali berakhir dengan kualitas rendah, menyisakan beban bagi masyarakat dan keuangan negara.

Banyaknya temuan itu seharusnya menjadi alarm keras bagi Pemerintah Kabupaten Tuban. Tanpa evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme pengawasan, proyek-proyek infrastruktur berisiko besar hanya menjadi deretan bangunan rapuh yang tidak memberikan manfaat optimal.

Lebih jauh, lemahnya pengawasan juga membuka ruang bagi praktik penyimpangan prosedur dan potensi korupsi. Infrastruktur publik, yang mestinya menjadi simbol pelayanan negara kepada masyarakat, justru rawan berubah menjadi ladang kepentingan sesaat.

Harapan kini bertumpu pada langkah korektif yang berani. Pemkab Tuban dituntut memperkuat fungsi pengawasan dengan melibatkan tenaga teknis yang kompeten, memastikan transparansi setiap tahapan proyek, serta menutup celah penyalahgunaan kewenangan. Infrastruktur bukan sekadar beton dan besi; ia adalah fondasi kepercayaan publik kepada pemerintah.

Tanpa pengawasan yang tegas dan berintegritas, proyek fisik di Tuban hanya akan menjadi bangunan rapuh, berdiri, namun tidak berumur panjang; terlihat megah, namun tidak memberi arti.

Share :