Bojonegoro – 28 Juni 2025 ' Polemik terkait penyaluran Dana Desa kembali mencuat di tengah masyarakat Desa Kalen, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan. Berdasarkan data resmi dari sistem Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OMSPAN) milik Kementerian Keuangan, pembaruan terakhir pada 26 Juni 2025 menunjukkan bahwa total pagu Dana Desa tahun anggaran 2025 untuk Desa Kalen sebesar Rp 895.634.000 telah disalurkan sepenuhnya, mencapai angka 100 persen.
Penyaluran tersebut terbagi dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp 537.380.400 atau setara 60 persen dari total pagu, dan tahap kedua sebesar Rp 358.253.600 atau 40 persen. Sementara tahap ketiga tercatat belum memiliki alokasi penyaluran.
Namun, pernyataan mengejutkan datang dari Kepala Desa Kalen, Eko Wahyudi, yang saat dikonfirmasi oleh media justru mengungkapkan bahwa “dereng cair” (belum cair). Ungkapan ini menimbulkan kebingungan publik: jika dana tersebut belum diterima oleh pemerintah desa, lantas dari pos mana dana kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam rincian realisasi anggaran tersebut berasal?
Berikut rincian kegiatan yang tercatat telah menggunakan anggaran Dana Desa tahun 2025:
Pemeliharaan Gedung/Prasarana Balai Desa: Rp 89.500.000
Peningkatan Prasarana Jalan Desa (termasuk drainase dan gorong-gorong): Rp 100.000.000
Pemeliharaan Prasarana Jalan: Rp 7.000.000
Penyelenggaraan PAUD/TK/TPQ dan lembaga pendidikan non-formal desa: Rp 4.500.000
Penyelenggaraan Posyandu dan program kesehatan masyarakat: Rp 25.200.000
Rehabilitasi Sarana Tambatan Perahu: Rp 40.000.000
Baca juga:
Pengadaan alat bantu penyandang disabilitas: Rp 10.000.000
Pengadaan sarana transportasi air: Rp 5.000.000
Penanganan Keadaan Mendesak: Rp 55.800.000
Operasional Pemerintah Desa dari Dana Desa: Rp 17.300.000
Secara total, kegiatan-kegiatan tersebut menunjukkan bahwa dana telah dipergunakan untuk berbagai program pembangunan fisik, sosial, dan operasional pemerintahan desa. Hal ini mempertegas ironi yang muncul: jika belum cair, sebagaimana diklaim oleh kepala desa, maka muncul pertanyaan mendasar mengenai keabsahan dan sumber dari anggaran kegiatan tersebut.
Situasi ini menimbulkan berbagai asumsi di kalangan masyarakat, mulai dari kekeliruan administratif, kurangnya pemahaman terhadap mekanisme pencairan, hingga potensi ketidaksesuaian antara data yang tercatat dengan kondisi di lapangan.
Sebagai desa dengan status “Mandiri”, Desa Kalen semestinya mampu mengelola dan melaporkan penggunaan Dana Desa dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipatif, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta regulasi teknis dalam Peraturan Menteri Keuangan dan Peraturan Menteri Desa.
Untuk menghindari simpang siur informasi dan menjaga kepercayaan publik, diperlukan klarifikasi resmi dari pihak desa, khususnya Kepala Desa Eko Wahyudi, serta keterlibatan Inspektorat Daerah dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk melakukan audit dan verifikasi atas data realisasi tersebut.
Di tengah tuntutan masyarakat atas keterbukaan informasi publik, kejujuran dalam pengelolaan dana negara menjadi pilar utama dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan desa yang bersih dan berintegritas.
REDAKSI