- Oleh : Budi Hartono
BLORA – Proyek revitalisasi ruang kelas dan toilet di SD Negeri 2 Ngelo, Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora, tengah menjadi bahan perbincangan publik. Proyek dengan nilai anggaran Rp841.418.547 yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 itu dinilai tidak sepenuhnya mengedepankan asas transparansi dan partisipasi masyarakat lokal, sebagaimana diamanatkan oleh regulasi pemerintah pusat.
Di lapangan, tampak papan informasi proyek mencantumkan susunan Panitia Pelaksana Satuan Pendidikan (P2SP). Namun, sejumlah nama dalam struktur tersebut diduga bukan berasal dari lingkungan sekitar sekolah. Berdasarkan hasil penelusuran tim media, dua nama yang tercantum, masing-masing berinisial SL dan SM, diketahui bukan warga Kelurahan Ngelo, bahkan salah satunya tidak berdomisili di wilayah Kecamatan Cepu.
Temuan ini memunculkan sorotan publik, sebab keberadaan pihak luar dalam struktur pelaksana proyek dinilai tidak sejalan dengan semangat swakelola berbasis masyarakat, sebagaimana telah ditegaskan dalam regulasi Kementerian Pendidikan.
Program revitalisasi satuan pendidikan tahun 2025 diatur melalui Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor M2400/C/HK.03.01/2025 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun Anggaran 2025.
Dalam Bab I Lampiran Petunjuk Teknis tersebut disebutkan dengan tegas bahwa:
- “Mekanisme swakelola dimaknai sebagai bentuk pengelolaan revitalisasi secara mandiri oleh satuan pendidikan yang melibatkan peran serta masyarakat.”
Selain itu, pedoman tersebut juga mempertegas prinsip pelaksanaan yang berlandaskan pada Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus Nonfisik dan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan, yang menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal serta transparansi penggunaan anggaran publik.
Dengan demikian, keterlibatan pihak luar wilayah tanpa kejelasan dasar pemilihan berpotensi melanggar semangat swakelola dan nilai-nilai partisipatif yang menjadi landasan pelaksanaan proyek pendidikan berbasis masyarakat.
Saat dihubungi pada Senin (20/10/2025) melalui pesan pribadi, Kun Elina, S.Pd, selaku Kepala SDN 2 Ngelo sekaligus penanggung jawab dalam P2SP, sempat memberikan tanggapan singkat.
Baca juga:
Ketika ditanya mengenai hubungan personal dengan SL, yang tercatat sebagai ketua panitia proyek, Kun Elina menjawab:
- “Sudah lama, sejak saya sering ke Cabean (tempat tinggal SL),” tulisnya.
Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai alasan penunjukan SL yang tidak berdomisili di sekitar sekolah, komunikasi tidak lagi berlanjut hingga berita ini diterbitkan.
Upaya konfirmasi lanjutan dilakukan kepada Sandy Tresna Hadi, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Blora. Namun, Sandy justru menyarankan agar wartawan langsung menemui pihak kepala sekolah untuk memperoleh penjelasan lebih rinci.
- “Langsung saja ketemu kepala sekolahnya, nanti akan jelas,” ujarnya singkat.
Namun, pernyataan berbeda muncul dari SL, ketua panitia proyek. Saat ditemui awak media pada malam hari di sebuah warung kopi kawasan Cepu, SL mengaku baru mengenal kepala sekolah saat proyek dimulai.
- “Baru kenal, ya sejak dimulai proyek revitalisasi ini,” ujar SL.
Dua keterangan yang saling bertolak belakang antara kepala sekolah dan ketua panitia itu menambah panjang daftar pertanyaan publik: bagaimana sebenarnya proses pembentukan P2SP dilakukan, dan sejauh mana asas partisipatif masyarakat benar-benar diterapkan?
Warga sekitar sekolah juga menyoroti lemahnya pelibatan masyarakat setempat. Salah seorang warga Ngelo yang enggan disebut namanya menyatakan keheranannya atas susunan panitia yang mayoritas bukan warga lingkungan sekitar.
- “Banyak warga sini yang mampu, tapi malah yang dari luar yang diangkat jadi panitia. Ya wajar kalau masyarakat bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?” ungkapnya.
Proyek revitalisasi SDN 2 Ngelo seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat mutu sarana pendidikan sekaligus meningkatkan pemberdayaan masyarakat lokal. Namun, jika pelaksanaan program justru menyisakan dugaan ketidakterbukaan, maka prinsip akuntabilitas publik patut dipertanyakan.
Para pengamat pendidikan daerah menilai bahwa dalam konteks proyek swakelola berbasis masyarakat, transparansi dan keterlibatan publik bukan sekadar formalitas, melainkan elemen fundamental agar tidak terjadi distorsi dalam pelaksanaan program pemerintah pusat.
Awak media ini, akan terus melakukan penelusuran mendalam untuk memastikan pelaksanaan proyek revitalisasi SDN 2 Ngelo berjalan sesuai amanat Permendikbudristek dan Juknis Revitalisasi 2025, yakni transparan, partisipatif, dan berbasis pemberdayaan masyarakat, bukan justru menjadi ruang bagi praktik eksklusivitas yang menyingkirkan masyarakat sekitar.