- Oleh : Budi Hartono
Bojonegoro – Dari teras rumah sederhana di Desa Sumberrejo, Bojonegoro, lahir seorang talenta muda yang kini menjadi kebanggaan daerahnya. Revita Khoirisalma, atlet catur berusia 18 tahun, berhasil menorehkan prestasi gemilang dengan meraih dua medali pada Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025.
Kecintaannya pada catur bermula dari masa kanak-kanak. Saat itu, ia hanya menjadi penonton setia ketika sang ayah dan kakaknya beradu strategi di papan catur. Namun, rasa penasaran segera membawanya untuk ikut mencoba. “Awalnya cuma lihat, tapi lama-lama penasaran. Akhirnya coba main sendiri,” kenang Revita.
Debutnya terjadi secara tak terduga pada tahun 2014. Kala itu, ia yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak bersikeras mengikuti sebuah lomba catur di Bojonegoro, meskipun sebenarnya jatah keikutsertaan milik sang kakak. Karena tidak ada kategori TK, ia dimasukkan ke kelompok usia SD kelas 1–3. Hasilnya mengejutkan: Revita pulang sebagai juara kedua.
Sejak saat itu, jalan hidupnya semakin dekat dengan catur. Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi) Bojonegoro segera melihat potensinya dan mengajaknya bergabung. Ratusan jam latihan pun ia jalani dengan disiplin. Hampir setiap pekan ia hadir di markas Percasi, sementara di luar itu ia mengikuti latihan intensif dengan pelatih pribadi hingga tujuh jam dalam sekali sesi.
Baca juga:
Baginya, catur bukan hanya soal langkah di papan, tetapi juga soal kesabaran, ketelitian, dan mental baja. “Kadang, satu langkah bisa dipikirkan lima menit lebih. Kalau salah, semua strategi berantakan,” ujarnya sambil menatap papan seakan mengulang kembali partai yang pernah ia mainkan.
Persiapan menuju Porprov Jatim 2025 menjadi fase paling berat dalam perjalanan kariernya. Selama tiga bulan penuh, ia hidup dalam ritme ketat: latihan, analisis strategi, dan istirahat minim. Pemerintah Kabupaten Bojonegoro memberikan dukungan penuh melalui pemusatan latihan kabupaten (puslatkab), termasuk akomodasi, konsumsi, dan pendampingan pelatih.
Di medan pertandingan, Revita harus turun di tiga nomor sekaligus: cepat, kilat, dan klasik. Total 19 pertandingan harus ia lalui dalam kondisi fisik yang tidak selalu prima. “Waktu itu badan rasanya nggak fit, kepala berat, tapi saya nggak mau menyerah. Satu demi satu langkah saya jalani,” katanya lirih.
Keteguhan itu akhirnya terbayar. Dua medali berhasil ia persembahkan, menjadi bukti nyata bahwa kerja keras, disiplin, dan doa adalah kunci keberhasilan. “Kalau ketemu lawan kuat, justru itu kesempatan belajar. Rasanya seperti naik gunung, capek, tapi pemandangannya indah di puncak,” ungkapnya penuh makna.
Kini, di tengah status barunya sebagai mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, Revita tetap berkomitmen mengharumkan nama Bojonegoro. Mimpinya sederhana namun penuh visi: melangkah lebih jauh ke panggung nasional, bahkan internasional.
- “Catur mengajarkan saya bahwa hidup itu penuh pilihan. Satu langkah yang tepat bisa mengubah segalanya,” tutupnya.