Home Nasional

PT Garudamedia.net Didesak Hentikan Aktivitas di Lapangan, Dugaan Pelanggaran Kian Terkuak

by Media Rajawali - 24 Juli 2025, 13:44 WIB

TUBAN – Setelah polemik sebelumnya mencuat akibat pemasangan kabel internet tanpa koordinasi, sorotan publik terhadap PT Garudamedia.net kini memasuki babak baru. Tak hanya diduga tak mengantongi dokumen legal, indikasi kuat pelanggaran terhadap sejumlah regulasi penting semakin memperkuat tuntutan penghentian sementara seluruh aktivitas perusahaan di lapangan.

Sejumlah warga Desa Nguruan dan Gununganyar, Kecamatan Soko, mulai mempertanyakan alasan di balik pemasangan tiang jaringan internet yang berlangsung tanpa sosialisasi terbuka. Minimnya keterlibatan masyarakat dan pemerintah desa telah melahirkan ketegangan sosial yang tak bisa lagi diabaikan.

Meski tak terdapat papan informasi proyek atau surat pemberitahuan kepada pihak desa, aktivitas pemasangan infrastruktur jaringan tetap berlangsung secara masif. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa proyek tersebut dijalankan tanpa prosedur administratif yang sah, sebagaimana diatur dalam regulasi nasional maupun peraturan daerah.

Warga yang sempat mengamati kegiatan tersebut menyatakan bahwa pihak pelaksana tidak pernah menunjukkan dokumen perizinan kepada aparat desa, terlebih tidak pernah ada musyawarah atau sosialisasi terbuka. Situasi ini mempertegas kesan bahwa proyek dijalankan secara sepihak, tanpa transparansi dan tanpa pertimbangan etis terhadap hak masyarakat.

Mengacu pada ketentuan hukum yang berlaku, kegiatan tersebut dapat dikaitkan langsung dengan beberapa aturan pokok, antara lain:

  1. UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, mewajibkan setiap penyelenggara jaringan memperoleh izin resmi dan menghormati hak atas tanah milik warga.
  2. PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, mewajibkan adanya persetujuan dari pemilik lahan dan pemerintah terkait sebelum pembangunan dilakukan.
  3. UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberikan kewenangan kepada kepala desa untuk melindungi hak dan aset masyarakat di wilayahnya.
  4. Permenkominfo No. 5 Tahun 2021, yang mengatur bahwa pembangunan jaringan kabel wajib melibatkan pemilik lahan dan mendapatkan izin lokasi dari pemerintah daerah.
  5. Perda Kabupaten Tuban No. 16 Tahun 2014, melarang pendirian fasilitas umum di ruang publik tanpa melalui perizinan resmi.
  6. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa pemanfaatan tanah tanpa seizin pemiliknya termasuk dalam perbuatan melawan hukum.

Desakan agar aktivitas proyek dihentikan sementara terus bermunculan dari berbagai elemen masyarakat. Kepala desa, tokoh pemuda, dan warga terdampak mendorong agar pemerintah kabupaten, termasuk instansi teknis seperti Dinas Kominfo, DPMPTSP, hingga Satpol PP, segera turun tangan melakukan verifikasi, klarifikasi, dan evaluasi menyeluruh terhadap legalitas kegiatan ini.

Baca juga:

“Kalau dibiarkan, ini bisa jadi preseden buruk. Ada proyek yang berjalan tapi tidak jelas siapa yang memberi izin dan apa dasar hukumnya,” ujar seorang tokoh masyarakat Nguruan.

Lebih jauh, masyarakat menuntut adanya tindakan hukum terhadap perusahaan yang terbukti melanggar aturan atau mengabaikan prosedur yang sah. Mereka menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur digital tidak boleh berdiri di atas praktik sepihak yang merugikan hak kolektif warga desa.

Transformasi digital sejatinya merupakan peluang bagi pemerataan akses informasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun manfaat itu akan hilang jika dilaksanakan dengan cara-cara yang menabrak hukum, mengabaikan dialog sosial, dan menempatkan masyarakat sebagai objek, bukan mitra pembangunan.

Kini, sorotan tidak hanya terpusat pada keberadaan tiang kabel internet, melainkan juga pada cara kerja dan etika operasional perusahaan, yang dinilai mencederai semangat pembangunan partisipatif di tingkat desa.

Modernisasi tak seharusnya menjadikan warga hanya sebagai penonton di tanahnya sendiri,” pungkas salah satu warga.

Ia menegaskan bahwa kemajuan teknologi semestinya berjalan seiring dengan penghormatan terhadap nilai-nilai lokal, kedaulatan desa, dan hak-hak sipil masyarakat. “Kalau hari ini kami diam, besok bisa jadi hak kami hilang sepenuhnya tanpa pernah tahu siapa yang mengambilnya,” tambahnya dengan nada prihatin.

Situasi ini mempertegas pentingnya penataan ulang tata kelola infrastruktur digital di daerah, agar kecepatan tidak menyingkirkan keadilan, dan teknologi tidak menjadi alat legitimasi atas tindakan yang tidak sesuai koridor hukum.

BUDI MR.ID

Share :