- Oleh : Budi Hartono
TUBAN – Proyek Rehabilitasi Kali Cetetan di Desa Cendoro, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban, dengan nilai kontrak sebesar Rp 577,8 juta dari APBD 2025, kembali menjadi sorotan. Pekerjaan yang baru dimulai sejak akhir Juli 2025, sudah menunjukkan kerusakan serius, menimbulkan keraguan terhadap kualitas pelaksanaan maupun efektivitas pengawasan pemerintah. Kini, perhatian publik tertuju langsung kepada Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, S.E., untuk memberikan sikap dan solusi atas polemik tersebut.
Pihak redaksi mediarajawali.id telah berupaya meminta klarifikasi resmi melalui pesan WhatsApp kepada Bupati. Namun hingga berita ini diturunkan, pesan konfirmasi tersebut masih belum mendapat balasan. Sikap diam itu menambah ruang spekulasi, meskipun di sisi lain publik masih berharap Bupati segera turun tangan meninjau kondisi proyek yang dipermasalahkan.
Dalam konteks transparansi, keterlibatan langsung kepala daerah bukanlah sekadar simbolis, melainkan wujud nyata dari komitmen pemerintahan yang bersih dan akuntabel. Kehadiran Bupati di lapangan diyakini akan memberi sinyal kuat bahwa pemerintah daerah serius mengawal kualitas pembangunan yang dibiayai dari uang rakyat tersebut.
Berdasarkan dokumen kontrak, ruang lingkup proyek Rehabilitasi Kali Cetetan Desa Cendoro, Kecamatan Palang meliputi:
Baca juga:
- 1. Pekerjaan Pasangan Cor Beton sepanjang 176 meter di sisi kiri–kanan saluran.
- 2. Pekerjaan Normalisasi Kali Cetetan dengan panjang 1.220 meter.
Dengan rincian tersebut, publik tentu berharap kualitas pekerjaan sesuai spesifikasi teknis. Namun hasil peninjauan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya, panel beton yang retak dan pecah, hingga dinding saluran yang mengembang seolah kehilangan daya tahan. Ditambah ketiadaan tiang pancang atau angkur penahan semakin memperkuat dugaan bahwa standar konstruksi tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Seorang warga Desa Pomahan kembali menegaskan kekecewaannya. “Kalau sudah begini, yang rugi ya masyarakat. Proyek belum lama jalan, tapi hasilnya sudah seperti ini. Harapan kami pemerintah segera melihat langsung,” ujar petani tersebut.
Di sisi lain, jawaban normatif dari pejabat Dinas PUPR yang menyebut persoalan ini sudah dilimpahkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) justru semakin menebalkan kesan adanya saling lempar tanggung jawab di tubuh birokrasi. Publik kini menantikan sikap tegas Bupati untuk memutus rantai kebingungan ini: apakah kontraktor akan ditindak sesuai aturan, atau perbaikan akan dilakukan secepatnya demi menghindari kerugian lebih besar.
Kasus ini menjadi ujian penting bagi Pemerintah Kabupaten Tuban. Bukan hanya terkait kualitas fisik pembangunan, tetapi juga menyangkut kredibilitas dalam mengelola keuangan daerah. Masyarakat menunggu, apakah kritik yang muncul akan ditanggapi dengan langkah nyata, atau dibiarkan menjadi catatan kelam dalam sejarah pembangunan daerah.
Kita nantikan episode selanjutnya, bagaimana pemerintah daerah, kontraktor pelaksana, dan para pemangku kepentingan menanggapi persoalan ini, apakah dengan tindakan tegas yang mengedepankan akuntabilitas, atau justru membiarkannya tenggelam dalam diam.