- Oleh : Budi Hartono
Blora – Proyek rekonstruksi jalan Sidorejo – Kenongogong – Klagen, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora kembali menuai sorotan. Meski baru memasuki tahap awal pekerjaan, indikasi ketidaksesuaian dengan aturan teknis sudah mencuat ke permukaan.
Pantauan lapangan memperlihatkan kondisi lapisan pondasi dasar (base course) yang menggunakan material bescos, tampak tidak memenuhi standar. Batu campuran dengan kualitas rendah serta ketebalan yang tipis terlihat hanya sebatas formalitas, jauh dari spesifikasi yang dipersyaratkan.
Padahal, berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2018 Revisi 2 serta SNI 03-1732-1989, lapisan pondasi jalan wajib memenuhi kriteria teknis utama, antara lain:
Baca juga:
- Ketebalan minimal 15–20 cm setelah dipadatkan.
- Kepadatan harus mencapai minimal 95% Modified Proctor, dibuktikan dengan uji sand cone atau nuclear density test.
- Material agregat harus berasal dari batu pecah keras, bersih, bergradasi baik, tanpa lumpur maupun campuran tanah.
“Kalau hanya ditabur kerikil tipis dan tidak dipadatkan sesuai aturan, itu bukan pondasi jalan, tapi sekadar hiasan. Uang rakyat miliaran bisa terbuang sia-sia,” tegas seorang pemerhati pembangunan di Blora.
Dari data dokumen lelang, proyek ini awalnya memiliki HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp 3,015 miliar. Namun dalam proses tender, nilai kontrak akhirnya ditetapkan hanya Rp 2,885 miliar atau terjadi penurunan sekitar Rp 130 juta. Meski wajar jika terdapat efisiensi, hal ini semakin memunculkan pertanyaan publik apakah pengurangan nilai tersebut berimbas pada kualitas pekerjaan di lapangan.
Proyek senilai Rp 2,885 miliar yang dikerjakan oleh CV 2M Bersatu dengan pengawasan CV Brahma Jaya Consultant ini seharusnya memberi harapan bagi warga sekitar. Namun jika sejak awal sudah menyimpang dari spesifikasi, kualitas akhir jalan patut dipertanyakan.
Lebih jauh, aturan tegas sebenarnya sudah ada. Pasal 93 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mewajibkan penyedia memperbaiki pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. Artinya, bila hasil uji teknis membuktikan ketidaksesuaian, kontraktor wajib membongkar dan mengganti lapisan tersebut.
Kini, publik menunggu langkah tegas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Blora sebagai pihak berwenang. Apakah akan benar-benar mengawal kualitas sesuai aturan, atau justru membiarkan proyek bernilai miliaran ini meluncur menjadi potret klasik lemahnya pengawasan infrastruktur daerah?