Bojonegoro, Jawa Timur – Proyek pembangunan jalan rigid beton di Desa Tegalkodo, Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, yang menghabiskan anggaran kisaran Rp8 miliar, kini menjadi sorotan publik. Proyek yang hampir saja selesai dikerjakan ini dilaporkan mengalami kerusakan serius berupa amblas di sejumlah titik, memicu kekhawatiran dan kritik terkait mutu pengerjaan serta kepatuhan terhadap spesifikasi teknis.
Amblas, dalam istilah konstruksi, merujuk pada kondisi permukaan jalan atau struktur yang turun akibat tidak mampu menahan beban di atasnya. Fenomena ini sering kali menjadi indikator lemahnya fondasi atau pelanggaran teknis dalam pelaksanaan pekerjaan. Berdasarkan pantauan di lokasi pada Sabtu (30/11/2024), terlihat retakan besar dan permukaan jalan yang turun signifikan, mempertegas adanya dugaan pelanggaran terhadap spesifikasi teknis yang telah ditentukan.
Salah satu penyebab yang mencuat adalah dugaan bahwa pembesian pada proyek ini tidak diikat dengan benar, sehingga konstruksi kehilangan kekuatannya. Selain itu, lantai dasar (bescos), yang seharusnya menjadi penopang utama rigid beton, diduga tidak memiliki kualitas dan kepadatan sesuai standar yang direncanakan.
Kritik terhadap proyek ini semakin menguat karena ketiadaan papan informasi di lokasi pengerjaan. Padahal, sesuai regulasi, setiap proyek infrastruktur harus mencantumkan data seperti nama kontraktor, sumber dana, waktu pelaksanaan, dan anggaran, guna menjamin transparansi kepada publik.
Warga setempat turut melayangkan keluhan atas kondisi tersebut. "Kami sangat kecewa. Jalan ini hampir selesai dibangun, tetapi sudah amblas. Sepertinya pengerjaannya asal-asalan. Tidak ada papan nama proyek, jadi kami tidak tahu siapa yang bertanggung jawab," ujar Subekti, salah seorang warga Desa Tegalkodo.
Baca juga:
Saat mandor proyek dihubungi melalui pesan WhatsApp untuk memberikan penjelasan, ia mengungkapkan bahwa dirinya bukan pelaksana proyek utama. Dalam pesan yang diterima, mandor menuliskan, "Ngapunten bapak, mohon izin pripun. Kulo mboten pelaksanae, ngapunten kulo namung pekerja." (Mohon maaf, saya bukan pelaksana proyek ini, saya hanya pekerja). Hal ini menambah ketidakjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan proyek ini.
Zuhdan Haris Zamzami, ST. SH, pakar konstruksi dan hukum dari Universitas Darul Ulum Jombang, menilai bahwa kerusakan pada proyek rigid beton tersebut, merupakan hal yang tidak wajar. "Rigid beton dirancang untuk tahan lama dan mampu menahan beban berat. Jika mengalami amblas, itu mengindikasikan pelanggaran serius dalam pelaksanaan teknis, seperti penggunaan material yang tidak memenuhi standar atau kesalahan dalam pemasangan pembesian," ungkapnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pengawasan selama proses pengerjaan. "Pengawasan dari pihak pemerintah maupun konsultan pengawas sangat penting. Jika ada penyimpangan, pihak kontraktor harus bertanggung jawab penuh," tambahnya.
Merespons kondisi ini, masyarakat setempat dan sejumlah pihak mendesak agar dilakukan audit dan evaluasi menyeluruh terhadap proyek ini. Banyak yang berharap agar pihak berwenang segera menindaklanjuti dan mengusut masalah ini untuk memastikan proyek-proyek serupa tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor maupun Dinas Bina Marga Bojonegoro belum memberikan tanggapan resmi atas masalah ini.
Kasus ini menjadi pengingat betapa pentingnya pengawasan dan transparansi dalam pelaksanaan proyek infrastruktur, terutama yang dibiayai dengan dana publik. Kegagalan seperti ini tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Masyarakat berharap proyek-proyek infrastruktur di masa depan dapat dikerjakan dengan lebih profesional, mengutamakan kualitas, dan sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan. Red