- Oleh : Budi Hartono
Tuban – Pekerjaan proyek pembangunan saluran drainase di ruas Jalan Kabupaten Jojogan–Montong, Kabupaten Tuban, mendadak menjadi sorotan tajam. Proyek bernilai Rp975 juta lebih yang dimenangkan CV Dewi Construction diduga kuat menyimpang dari dokumen perencanaan (RAB) dan menabrak standar teknis konstruksi.
Berdasarkan hasil penelusuran lapangan, pemasangan saluran jenis box culvert dilakukan tanpa lantai kerja beton (lean concrete) yang sejatinya tercantum jelas dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Dalam rekaman video yang beredar, tampak terlihat pekerja mencangkul tanah, kemudian sebuah alat berat mengangkat uditch dan langsung memasangnya di atas dasar galian yang masih tergenang air. Padahal, lantai kerja beton (lean concrete) merupakan elemen vital konstruksi untuk menjamin kestabilan dan ketahanan saluran.
Ironisnya, aspek keselamatan pekerja juga diabaikan. Dalam video terlihat para pekerja sama sekali tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Mereka bekerja tanpa helm proyek, tanpa sepatu pengaman, dan tanpa perlengkapan keselamatan lain yang seharusnya wajib dipakai. Kondisi ini bukan hanya pelanggaran aturan administratif, tetapi menunjukkan secara nyata bahwa prinsip Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak dijalankan. Risiko kecelakaan kerja pun sangat tinggi, mulai dari tertimpa material berat hingga cedera akibat kondisi lapangan yang basah dan licin.
Baca juga:
Proyek ini memiliki pagu dan HPS sebesar Rp991 juta. Setelah proses negosiasi, nilainya turun menjadi Rp975.369.629,50. Artinya, harga hanya berkurang sekitar 1,58 persen dari HPS. Penurunan yang sangat kecil ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah proses tender benar-benar menghasilkan efisiensi anggaran, atau sekadar formalitas belaka? Dengan selisih tak sampai Rp16 juta, publik layak mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam memastikan setiap rupiah anggaran rakyat dipastikan dikelola secara transparan dan optimal, bukan sekadar formalitas belaka.
Proyek ini berada di bawah tanggung jawab Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Perumahan Rakyat, serta Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban. Namun, temuan di lapangan memperlihatkan lemahnya kendali dari PPK selaku penanggung jawab teknis, sehingga pekerjaan berlangsung tanpa mengindahkan standar spesifikasi maupun prinsip keselamatan kerja.
Bupati Tuban sebagai pemegang kendali pembangunan daerah tak bisa menutup mata. Publik berhak menuntut penjelasan, karena uang rakyat hampir Rp1 miliar bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan amanah untuk menghasilkan infrastruktur yang berkualitas, kokoh, dan aman. Jika sejak awal pelaksanaan sudah sarat pelanggaran teknis, maka risiko kerusakan dini hingga pemborosan anggaran menjadi ancaman nyata.
Kritik kini mengalir deras, apakah pengawasan pemerintah daerah hanya formalitas di atas meja, sementara di lapangan pelaksanaan berjalan serampangan? Apakah Bupati Tuban rela reputasi pembangunan daerah tercoreng hanya karena kelalaian dalam proyek drainase yang nilainya tak seberapa dibanding kerugian publik di masa depan?
Masyarakat menunggu sikap tegas Bupati. Sebab, tanpa tindakan nyata, kepercayaan publik terhadap komitmen pemerintah daerah dalam mengawal pembangunan akan semakin tergerus.