BOJONEGORO – Kualitas pekerjaan publik kembali dipertanyakan. Proyek pembangunan saluran drainase di ruas jalan depan Balai Desa Duyungan, Kecamatan Sukosewu, Kabupaten Bojonegoro, diduga kuat menyimpang dari ketentuan teknis. Fakta-fakta di lapangan memperlihatkan adanya potensi pelanggaran prosedural dalam penggunaan dana publik, sementara pihak terkait memilih bungkam.
Proyek dengan nilai negosiasi sebesar Rp 182.228.253,72 ini bersumber dari APBD Bojonegoro Tahun Anggaran 2025 dan tercatat sebagai kegiatan milik Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang Kabupaten Bojonegoro. Dalam dokumen resmi LPSE, pekerjaan tersebut dimenangkan oleh penyedia jasa CV Glagah Jaya Konstruksi, yang beralamat di Kecamatan Sugihwaras.
Namun saat ditelusuri di lapangan pada Rabu (26/06/2025), awak media menemukan saluran U-Ditch yang terpasang tidak mencantumkan logo pabrikan, yang lazimnya menjadi indikator material standar sesuai spesifikasi teknis. Kondisi ini diperburuk oleh ketiadaan papan informasi proyek, yang seharusnya dipasang sebagai bentuk transparansi kepada publik, sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Sejumlah warga yang ditemui mengaku kecewa dengan kualitas pekerjaan tersebut. Salah satunya bahkan menduga bahwa material beton yang digunakan berasal dari produksi mandiri alias bukan dari pabrikan resmi. “Kalau nanti saluran ini cepat rusak, siapa yang tanggung jawab? Ini kan uang rakyat. Jangan main-main,” tegasnya.
Baca juga:
Konfirmasi telah dilayangkan kepada Kabid Bina Marga Bojonegoro, Danang Khurniawan, ST, yang secara struktural membidangi pelaksanaan dan pengawasan proyek tersebut. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan jawaban apapun, meski telah menerima pesan konfirmasi melalui WhatsApp.
Diamnya pejabat teknis dalam menghadapi persoalan publik seperti ini justru menimbulkan pertanyaan baru: apakah pembiaran ini disengaja? Jika benar material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi, maka proyek ini tidak hanya melanggar aturan administrasi, tetapi juga membuka celah pelanggaran hukum yang lebih serius.
Dalam konteks regulasi, penyimpangan spesifikasi pada proyek negara dapat dijerat melalui UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya jika terbukti menimbulkan kerugian negara atau ada unsur memperkaya diri sendiri maupun pihak lain.
Proyek dengan nilai ratusan juta seharusnya dapat diawasi secara ketat. Namun ketika pengawasan internal justru melemah, dan pejabat teknis memilih membisu di tengah sorotan, maka publik berhak mempertanyakan: di mana akuntabilitas negara?
Masyarakat menanti sikap tegas dari Bupati Bojonegoro dan Inspektorat Daerah untuk turun tangan mengaudit ulang proyek ini. Jangan sampai diamnya birokrasi menjadi kuburan bagi integritas pelayanan publik.
REDAKSI