Bojonegoro – Kasus dugaan intimidasi oleh sejumlah petugas Bank Panin terhadap keluarga seorang nasabah berinisial H, warga Dusun Margomulyo, Kecamatan Balen, Bojonegoro, memantik perhatian publik. Nasabah yang mengalami gagal bayar selama enam bulan atas pinjaman sebesar Rp320 juta ini, diduga menjadi korban tekanan psikologis yang tidak sesuai dengan prinsip etika perbankan.
H meminjam dana sebesar Rp320 juta dengan tenor 10 tahun dan kewajiban angsuran sebesar Rp8 juta per bulan. Namun, setelah enam bulan mengalami kesulitan finansial, H menghadapi berbagai bentuk tekanan dari pihak bank. Petugas dilaporkan tidak hanya mendatangi rumah H, tetapi juga mengintimidasi seluruh anggota keluarga, termasuk orang tua H, hingga pukul 18.15 WIB, waktu yang sudah mengganggu kenyamanan keluarga. Kondisi ini membuat keluarga H mengalami ketakutan berkepanjangan.
Dalam konteks perbankan, praktik intimidasi terhadap nasabah dan keluarganya melanggar sejumlah aturan yang berlaku, baik dalam lingkup hukum nasional maupun internasional.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengatur bahwa bank wajib menjaga prinsip kehati-hatian dalam menjalankan operasionalnya, termasuk saat menangani nasabah bermasalah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga menyebutkan bahwa konsumen berhak mendapatkan kenyamanan, keamanan, dan perlindungan dari tindakan yang merugikan. Selain itu, Kode Etik Perbankan Indonesia menekankan pentingnya perilaku profesional dan tidak menimbulkan tekanan psikologis bagi nasabah dalam upaya penyelesaian kredit macet.
Baca juga:
“Perbankan memang memiliki hak untuk menagih tunggakan, tetapi tidak dibenarkan menggunakan cara-cara yang meresahkan masyarakat. Hal ini melanggar asas kehati-hatian (prudential banking) yang menjadi fondasi sistem keuangan,” ujar Zuhdan Haris Zamzami, ST, SH, seorang pakar hukum perbankan dari Universitas Darul Ulum Jombang.
Praktik intimidasi ini harus dihentikan, dan pihak bank wajib memperbaiki mekanisme penagihan yang sesuai dengan hukum. Lembaga terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlu segera turun tangan untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran ini.
“Jika terbukti melanggar, bank bisa dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin operasional. Selain itu, keluarga nasabah juga dapat mengajukan gugatan hukum atas tindakan intimidasi yang mengancam kenyamanan mereka,” tambah Zuhdan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa institusi perbankan harus menjunjung tinggi prinsip etika dan kepatuhan hukum. Upaya penyelesaian kredit macet seharusnya dilakukan secara profesional, bukan dengan cara-cara yang mencederai hak asasi manusia.
REDAKSI