Bojonegoro – Sebuah undangan dari organisasi Sahabat 88 kepada siswa SMA kelas XII untuk menghadiri acara makan siang gratis di Gofun, Bojonegoro, pada 23 November 2024, telah memantik polemik. Undangan tersebut, yang mencantumkan rekomendasi Bawaslu Kabupaten Bojonegoro, dianggap berpotensi melanggar asas netralitas pemilu, terutama karena menyasar pemilih pemula.
Dalam surat bernomor 151/SHBT88/XI/2024 itu, acara makan siang gratis diklaim didasarkan pada Surat Bawaslu Nomor 575/PM.00.02/JI-04/11/2024. Namun, publik mulai mempertanyakan tujuan acara, mengingat keterlibatan pemilih pemula sering menjadi target strategis dalam kampanye politik tertentu.
Praktisi hukum sekaligus pengamat pemilu, Zuhdan Haris Zamzami, S.T., S.H., menilai kegiatan seperti ini sangat rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu. Ia menyebutkan bahwa pencantuman nama Bawaslu pada surat undangan tersebut bisa menjadi indikasi pelanggaran.
“Ini sangat berbahaya jika nama lembaga pengawas pemilu dicantumkan dalam acara yang sasarannya pemilih pemula tanpa kejelasan konteks dan tujuan. Hal seperti ini dapat menimbulkan bias dan persepsi publik yang keliru, seolah-olah Bawaslu memberi dukungan pada kegiatan tersebut,” ujar Zuhdan.
Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa undangan semacam ini, yang disertai fasilitas makan gratis, dapat dikategorikan sebagai bentuk politik uang jika digunakan untuk memengaruhi preferensi pemilih. “Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dengan tegas melarang segala bentuk pemberian imbalan kepada pemilih, langsung atau tidak langsung. Sasaran kegiatan ini, yang notabene pemilih pemula, menunjukkan potensi penyimpangan asas keadilan dan netralitas pemilu,” tegasnya.
Baca juga:
Zuhdan juga menyoroti pentingnya transparansi dalam kegiatan yang melibatkan masyarakat, khususnya pemilih pemula. Ia meminta pihak penyelenggara dan Bawaslu untuk memberikan klarifikasi. “Jika kegiatan ini murni sosialisasi, kenapa ada fasilitas makan gratis? Apa dasar pencantuman surat Bawaslu? Semua ini perlu dijelaskan agar masyarakat tidak salah paham,” ujarnya.
Masyarakat kini mendesak pihak terkait, termasuk Sahabat 88 dan Bawaslu Bojonegoro, untuk memberikan penjelasan lengkap terkait maksud dan tujuan kegiatan tersebut. Jika ditemukan pelanggaran, penegakan hukum harus segera dilakukan agar kepercayaan publik terhadap proses demokrasi tetap terjaga.
Seorang warga Bojonegoro yang enggan disebutkan namanya menilai bahwa kegiatan semacam ini tidak tepat dilakukan menjelang Pemilu. “Kalau memang untuk sosialisasi, kenapa harus ada makan gratis? Ini seperti memancing sesuatu,” ujarnya.
Menjelang Pemilu 2024, kasus seperti ini menjadi pengingat bahwa netralitas adalah kunci menjaga demokrasi yang sehat. Segala bentuk kegiatan yang melibatkan pemilih, khususnya pemilih pemula, harus dilakukan dengan hati-hati dan transparan agar tidak menimbulkan dugaan pelanggaran.
Editor: Tim Redaksi