Home Nasional

Perjudian 303 di Jember Dibekingi Oknum Kostrad? Santri dan Ahli Hukum Angkat Suara

by Media Rajawali - 20 Juni 2025, 12:33 WIB

Jember, Jawa Timur – ' Dugaan keterlibatan oknum prajurit TNI Angkatan Darat aktif dalam praktik perjudian kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia. Di Kabupaten Jember, dua titik perjudian di Desa Sukoreno, Kecamatan Umbulsari, dan Desa Karanganyar, Kecamatan Tempurejo, disebut-sebut tetap beroperasi secara terbuka, meskipun gelombang kritik dari media dan masyarakat terus mengalir deras.

Arena sabung ayam, perjudian cap djiki, dan dadu kembali berdenyut sejak Rabu, 19 Juni 2025, setelah sebelumnya tutup sementara pasca maraknya pemberitaan daring. Keterangan tersebut diperoleh dari warga lokal bernama Rudi (40), yang menyebut bahwa aktivitas perjudian kini berlangsung seperti sedia kala, tanpa hambatan berarti.

“Beberapa hari memang sempat tutup, tapi sekarang sudah buka lagi. Ramai seperti biasa, seolah tak ada yang bisa menyentuh,” ujar Rudi kepada redaksi.

Namun yang mengejutkan bukan hanya kembalinya praktik ilegal tersebut, melainkan informasi yang menyebut keterlibatan langsung oknum militer aktif dalam pengelolaan arena tersebut. Seorang jurnalis lokal, dengan nama samaran Khoirul, membenarkan bahwa banyak wartawan di Jember memilih bungkam karena adanya intimidasi dan tekanan.

“Lokasinya dikelola oleh oknum TNI aktif dari Batalyon 509/Kostrad. Kami tahu, kami lihat, tapi kami tidak berani angkat karena dua orang yang disebut-sebut terlibat dikenal sangat arogan. Informasinya, mereka masih aktif berdinas,” ungkap Khoirul.

Situasi ini menimbulkan ironi pahit. TNI AD, sebagai institusi pertahanan negara, seharusnya menjadi garda depan dalam menjaga ketertiban dan memberantas praktik ilegal yang merusak tatanan sosial. Namun yang terjadi, justru keterlibatan aparat aktif dalam bisnis haram ini menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan di tengah masyarakat.

Sementara itu, gelombang penutupan lokasi perjudian di sejumlah kecamatan lain seperti Ambulu, Balung, Wuluhan, dan Silo, menjadi kontras yang mencolok. Di wilayah-wilayah tersebut, laporan masyarakat (Dumas) dan tekanan media berhasil memaksa aparat bertindak. Namun dua titik di Umbulsari dan Tempurejo tampak kebal hukum tak tersentuh, tak tergoyahkan.

Dari kalangan pesantren, suara protes datang dari seorang santri Pesantren al-Waffa, Tempurejo. Ia menyesalkan aktivitas perjudian yang terus berjalan di wilayah yang sarat dengan nilai-nilai keislaman dan dihormati oleh para ulama se-Tapal Kuda.

Baca juga:

“Oknum yang mengelola arena sabung ayam itu, inisialnya JM, sama sekali tidak menghargai kehormatan wilayah ini. Guru kami, KH Ra Dien, dihormati luas oleh para ulama di Jember dan Bondowoso. Ini bukan hanya soal perjudian, tapi pelecehan terhadap kehormatan ulama dan warisan moral masyarakat,” ujarnya geram.

Untuk menelaah sisi hukum, redaksi meminta tanggapan dari Zuhdan Haris Zamzami, ST, SH, ahli hukum dari Kantor Hukum LAPKN Jombang. Ia menegaskan bahwa keterlibatan aparat militer dalam aktivitas perjudian merupakan pelanggaran serius yang tidak hanya melanggar hukum positif, tetapi juga etika militer dan konstitusi.

“Fungsi utama TNI adalah menegakkan kedaulatan negara dan menjaga keamanan nasional, bukan ikut bermain dalam lingkaran gelap praktik ilegal. Jika benar ada oknum prajurit aktif terlibat, maka itu adalah bentuk pelanggaran berat, baik terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun hukum disiplin militer,” tegas Zuhdan.

Lebih jauh, ia menyatakan bahwa pembiaran terhadap kasus ini justru membuka ruang munculnya persepsi negatif terhadap institusi militer.

“Pimpinan TNI, termasuk Pangdam V/Brawijaya, wajib menanggapi isu ini secara serius dan terbuka. Jika dibiarkan, publik akan menilai bahwa ada semacam restu diam-diam atau bahkan aliran dana yang turut menggerakkan roda perjudian. Negara tidak boleh tunduk pada rasa takut atau loyalitas buta terhadap oknum,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan, tidak ada pernyataan resmi dari pihak Batalyon 509/Kostrad maupun Kodam V/Brawijaya. Sementara itu, masyarakat Jember terutama di lingkar pesantren dan kelompok sipil terus mendesak agar aparat penegak hukum tidak hanya bersikap reaktif, tetapi melakukan langkah proaktif yang transparan, profesional, dan berani.

Pertanyaannya kini sederhana namun mendesak: Apakah hukum akan berlaku sama untuk semua, atau akan kembali tunduk pada kekuasaan yang bersembunyi di balik loreng dan jabatan?

REDAKSI

Share :