Home Nasional

Pemerintah Desa Pinggir Diperiksa: Transparansi Dana Desa Jadi Sorotan Utama

by Media Rajawali - 18 Januari 2025, 22:04 WIB

Pinggir, Lengkong, Kabupaten Nganjuk – Keterlambatan pelaporan realisasi dana desa tahun anggaran 2024 oleh Pemerintah Desa Pinggir memicu kegaduhan di tengah masyarakat. Meski sudah memasuki tahun 2025, pelaporan penggunaan dana tahap kedua dan ketiga melalui aplikasi OMSPAN Kemenkeu masih belum rampung. Kejadian ini memunculkan tanda tanya besar terkait akuntabilitas pemerintah desa dalam mengelola dana masyarakat.

Data menunjukkan, Desa Pinggir menerima pagu dana desa sebesar Rp749.798.000 pada tahun 2024. Dana tersebut telah sepenuhnya disalurkan melalui tiga tahap. Pada tahap pertama, dana sebesar Rp202.030.800 dan Rp165.232.000 disalurkan pada 19 Januari 2024. Tahap kedua menyusul dengan total Rp134.687.200 dan Rp247.848.000 yang diterima masing-masing pada 30 April dan 2 Mei 2024. Namun hingga saat ini, laporan penggunaan dana tahap kedua tidak kunjung diberikan, sementara laporan tahap ketiga bahkan tidak disinggung sama sekali.

“Seharusnya, pelaporan ini selesai sebelum memasuki tahun anggaran baru. Transparansi itu wajib agar masyarakat tahu ke mana dana desa digunakan,” tegas seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Dana desa adalah tulang punggung pembangunan di tingkat lokal, mencakup alokasi penting seperti pembangunan sanitasi, peningkatan infrastruktur jalan, pembinaan masyarakat, dan pelayanan publik. Berdasarkan laporan tahap pertama, sebagian besar dana digunakan untuk pembangunan sanitasi permukiman (Rp58 juta) dan jalan usaha tani (Rp150 juta). Namun tanpa pelaporan lanjutan, masyarakat tidak memiliki kepastian apakah dana desa selanjutnya benar-benar digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan atau justru mengendap tanpa manfaat.

Baca juga:

Minimnya transparansi ini memunculkan dugaan adanya penyalahgunaan dana desa. Publik mendesak pemerintah daerah dan instansi terkait segera turun tangan melakukan audit mendalam demi memastikan tidak ada penyimpangan yang merugikan masyarakat.

“Saat ini, warga hanya bisa bertanya-tanya. Apakah dana itu benar-benar dipakai untuk membangun desa atau malah disimpan untuk hal lain? Kami butuh kejelasan,” ungkap warga lainnya dengan nada kesal.

Ketika dihubungi melalui pesan WhatsApp, Kepala Desa Pinggir, Slamet, hanya memberikan jawaban singkat, “Siap, Mas. Kulo tak koordinasi sama Sekdes dulu, ngih. Suwun informasinya.” Pernyataan ini justru mempertegas belum adanya tindakan konkret dari pihak pemerintah desa untuk menyelesaikan laporan yang tertunda.

Ketidaktepatan pelaporan ini tak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga mengindikasikan lemahnya pengawasan di tingkat lokal. Kasus ini menjadi gambaran nyata bahwa transparansi dan akuntabilitas masih menjadi pekerjaan rumah besar di tingkat pemerintahan desa.

Di tengah upaya pemerintah pusat mendorong pengelolaan dana desa yang lebih profesional, kasus Desa Pinggir ini menjadi ironi yang memprihatinkan. Publik kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk mengusut tuntas permasalahan ini, memastikan bahwa dana desa benar-benar digunakan untuk membangun desa, bukan untuk kepentingan lain yang melukai amanah masyarakat.

REDAKSI

Share :