Home Daerah

PASAR KOTA BERUBAH FUNGSI: Dugaan Komersialisasi Aset Publik Pasca Relokasi, Inisial W Diduga Aktor Kunci

by Media Rajawali - 22 Juni 2025, 15:28 WIB

Bojonegoro — Di balik kebijakan relokasi Pasar Kota Bojonegoro yang semestinya menjadi langkah strategis penataan kota dan penguatan sektor ekonomi rakyat, tersingkap praktik ganjil yang berpotensi mencederai asas keadilan dan prinsip pengelolaan barang milik daerah. Sejumlah informasi yang dihimpun menunjukkan indikasi bahwa eks kawasan pasar, yang seharusnya berada di bawah pengawasan pemerintah daerah, kini berubah menjadi ladang bisnis oleh oknum tertentu.

Salah satu kasus menonjol terjadi atas bedak milik almarhum “K”, seorang pedagang lama yang telah wafat sebelum relokasi pasar diberlakukan. Aset milik almarhum, yang semestinya memiliki perlindungan hukum, diketahui telah diperjualbelikan oleh istrinya kepada seseorang dari kawasan Jarsari. Transaksi tersebut terjadi di hadapan seorang figur berinisial “W”, yang dalam struktur informal dikenal sebagai tokoh “payugupan pasar” semacam pengurus lapangan.

Meski mengaku hanya sebagai saksi dalam proses jual-beli, kehadiran “W” dalam berbagai transaksi dan pengelolaan petak pasar menimbulkan pertanyaan serius. Pasalnya, berdasarkan keterangan dari beberapa pedagang lama, “W” juga disebut sebagai pihak yang kini mengatur penggunaan sejumlah area strategis eks pasar yang telah ditinggalkan secara resmi oleh pedagang pasca relokasi. Diduga kuat, ia menyewakan atau menjual ulang petak-petak tersebut kepada pihak lain secara tidak sah.

Praktik seperti ini mengindikasikan terjadinya komodifikasi fasilitas publik tanpa dasar hukum yang jelas. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, seluruh bentuk pemanfaatan dan pengalihan hak atas barang milik daerah harus melalui proses administrasi yang sah, transparan, dan mendapat persetujuan dari kepala daerah atau instansi terkait.

Jika eks Pasar Kota masih berstatus sebagai aset Pemda, maka tindakan memperjualbelikan petak atau ruang oleh pihak swasta apalagi tanpa prosedur jelas bertentangan dengan regulasi tersebut. Hal ini bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan wewenang, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga:

Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain termasuk negara atau masyarakat dapat digugat secara perdata. Bila dapat dibuktikan bahwa transaksi tersebut mencederai hak waris, hak kepemilikan, atau melibatkan aset negara, maka tindakan “W” dan pihak-pihak terkait bisa dikenakan sanksi perdata maupun pidana.

Berbagai elemen masyarakat kini mendesak agar Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Inspektorat maupun DPRD segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap status hukum lahan bekas Pasar Kota. Tak hanya menyangkut legalitas transaksi antara istri almarhum “K” dan pembeli dari Jarsari, namun juga keseluruhan aktivitas “W” yang diduga menjadikan eks pasar sebagai jaringan bisnis tak tersentuh hukum.

Seorang pedagang yang kini berjualan di pasar baru menuturkan, “Dulu bedak-bedak diatur oleh pemerintah, sekarang seperti jadi milik pribadi. Mau masuk harus izin ke dia. Padahal dia bukan pejabat.”

Pemerintah daerah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk menertibkan segala bentuk penguasaan liar terhadap aset negara. Apalagi jika terdapat unsur penipuan, penggelapan, atau pengalihan tanpa hak yang menimbulkan kerugian materiil bagi pihak lain terutama rakyat kecil.

Nama-nama yang disebut dalam laporan ini telah disamarkan demi menjaga azas praduga tak bersalah dan kenyamanan pihak-pihak terkait. Redaksi membuka kanal pelaporan bagi masyarakat yang ingin memberikan data tambahan atau klarifikasi atas informasi yang dipublikasikan. Integritas dan transparansi adalah fondasi utama demokrasi lokal yang sehat.

REDAKSI 

Share :