Home Daerah

Mahkamah Konstitusi Tegaskan Netralitas Pemilu: Pejabat Daerah dan TNI/Polri Kini Masuk Cakupan Sanksi

by Media Rajawali - 22 November 2024, 13:16 WIB

Bojonegoro – Dalam langkah yang menunjukkan komitmen kuat terhadap penguatan demokrasi, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 memperluas cakupan Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Keputusan penting ini diumumkan dalam sebuah forum diskusi yang berlangsung di Bojonegoro pada Kamis, 14 November 2024. Frasa “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” kini resmi ditambahkan, memperluas lingkup pihak yang dapat dikenai sanksi jika melanggar aturan netralitas dalam pemilu.

Langkah ini dipandang sebagai respons MK terhadap dinamika politik yang semakin kompleks, di mana pelanggaran netralitas oleh pejabat publik kerap menjadi isu kritis dalam setiap pesta demokrasi. Dengan menambahkan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri dalam cakupan Pasal 188, MK menegaskan pentingnya akuntabilitas dan profesionalitas seluruh elemen pemerintahan dalam menjaga integritas proses pemilu.

Sebelumnya, Pasal 188 hanya mengatur sanksi untuk pejabat negara, aparatur sipil negara, dan kepala desa. Pasal tersebut berbunyi:

"Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."

Namun, dalam putusan terbaru ini, lingkup sanksi diperluas. Pasal 188 kini berbunyi:

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00."

Perubahan ini menegaskan bahwa seluruh elemen pemerintahan, tanpa terkecuali, bertanggung jawab untuk menjaga netralitas dan menghindari penyalahgunaan wewenang demi kepentingan politik tertentu.

Ketua BBHAR DPC PDI Perjuangan Kabupaten Bojonegoro, Agung Hartanto, SH, yang hadir dalam forum tersebut, memberikan apresiasi mendalam atas langkah progresif Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, keputusan ini tidak hanya mempertegas sanksi hukum, tetapi juga memperkuat budaya demokrasi yang sehat.

Baca juga:

"Putusan ini adalah bentuk nyata dari komitmen untuk menciptakan pemilu yang benar-benar demokratis, jujur, dan adil. Dengan memasukkan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri ke dalam cakupan sanksi, kami yakin bahwa prinsip netralitas akan semakin dihormati. Ini adalah langkah strategis untuk melindungi integritas pemilu kita," ujar Agung.

Ia juga menambahkan bahwa putusan ini merupakan bagian penting dari pendidikan politik bagi masyarakat. "Masyarakat harus melihat bahwa hukum ditegakkan dengan tegas dan adil, sehingga mereka semakin percaya pada sistem demokrasi kita," tegasnya.

Langkah MK ini dipandang sebagai tonggak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Dengan cakupan sanksi yang diperluas, Mahkamah Konstitusi memastikan bahwa semua pihak, baik di tingkat pusat maupun daerah, memahami pentingnya menjaga profesionalitas dan netralitas dalam penyelenggaraan pemilu.

Namun, putusan ini juga membawa tanggung jawab besar kepada pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk mengawasi pelaksanaan aturan tersebut. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu, memastikan bahwa sanksi dijatuhkan kepada siapa pun yang melanggar, tanpa terkecuali.

Dalam konteks politik lokal di Bojonegoro, putusan ini diharapkan dapat memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi. Kepala daerah, anggota legislatif, dan bahkan aparat keamanan kini berada di bawah sorotan hukum yang lebih ketat, sehingga setiap langkah yang mereka ambil akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap sistem pemilu.

Dengan langkah ini, Mahkamah Konstitusi sekali lagi membuktikan perannya sebagai penjaga konstitusi yang tak tergoyahkan. Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 bukan hanya tentang memperluas cakupan hukum, tetapi juga tentang memperkuat fondasi demokrasi yang bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.

Di tengah tantangan global yang menuntut stabilitas politik dan pemerintahan yang transparan, Indonesia terus melangkah maju dengan reformasi yang strategis. Putusan ini adalah pengingat bahwa demokrasi bukan hanya tentang memilih pemimpin, tetapi juga tentang menjaga keadilan, netralitas, dan kepercayaan rakyat.

Budi Hartono

Share :