- Oleh : Budi Hartono
BOJONEGORO – Polemik proyek drainase di Dusun Palangan, Desa Besah, Kecamatan Kasiman, kian menguat. Pemanggilan Kepala Desa Besah dan tim pelaksana oleh pihak Kecamatan Kasiman yang diharapkan memberi jawaban, justru memunculkan pertanyaan baru soal lemahnya fungsi pengawasan di tingkat kecamatan.
Camat Kasiman, Novita Sari, S.STP., M.PSDM, saat dikonfirmasi redaksi, menyebut bahwa papan informasi proyek akan dipasang pada Rabu (20/8/2025). “Terkait papan proyek akan dipasang hari ini,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.
Pernyataan tersebut memantik kritik. Pasalnya, papan proyek bukanlah pelengkap, melainkan kewajiban yang seharusnya ada sejak awal pekerjaan dimulai. Fakta bahwa pemasangan baru dilakukan setelah menuai sorotan publik, menandakan lemahnya fungsi kontrol dari pihak kecamatan.
Terkait material, Novita menegaskan bahwa penggunaan batu telah sesuai dengan RAB desa. Namun, saat ditanya mengenai pasir yang diduga berasal dari tambang darat berstatus ilegal, ia mengaku belum mengetahui kejelasan asal-usul maupun perizinannya. “Ybs belum mengetahui terkait dengan status perijinan operasional tambang, dan setelah tahu, akan membeli pada penjual lain,” terangnya.
Jawaban tersebut dinilai tidak tegas. Sebab, bagaimana mungkin camat tidak memastikan legalitas material sejak awal, padahal proyek tersebut menggunakan Dana Desa yang notabene uang negara?
Baca juga:
Kebingungan publik semakin bertambah ketika ditanya soal besaran pagu proyek. Alih-alih memberi angka pasti, Camat Novita hanya menjawab, “Coba dicek di papan proyek, yang harusnya sudah terpasang. Gak ingat angkanya.”
Sikap ini menimbulkan tanda tanya serius, mengingat data proyek semestinya tercatat jelas di kantor kecamatan, bukan semata diserahkan kembali pada papan proyek yang baru hendak dipasang.
Soal mekanisme pertanggungjawaban (SPJ), Camat Novita menjelaskan bahwa kini desa menggunakan sistem Cash Management System (CMS), sehingga pencairan dana dan pembayaran ke penyedia tidak lagi diverifikasi langsung oleh kecamatan.
“Kalau dulu mekanismenya RPD camat, jadi setiap pencairan harus mengajukan camat, dan kita mengecek SPJ-nya dulu. Kalau sekarang, sewaktu-waktu desa bisa transfer ke penyedia,” ujarnya.
Meski CMS bertujuan untuk efisiensi, kondisi ini justru memperlihatkan celah lemahnya kontrol. Tanpa pengawasan ketat, sistem tersebut berpotensi memberi ruang praktik asal-asalan dalam belanja Dana Desa.
Klarifikasi Camat Kasiman yang terkesan mengambang, mulai dari papan proyek hingga pagu anggaran yang tidak hafal, menegaskan bahwa fungsi pengawasan di tingkat kecamatan belum berjalan efektif.
Publik kini menanti langkah tegas dari inspektorat maupun aparat pengawas lainnya, agar Dana Desa di Kecamatan Kasiman benar-benar digunakan sesuai regulasi. Sebab jika fungsi kontrol camat tumpul, maka penyimpangan Dana Desa hanya tinggal menunggu waktu.