Jombang, Jawa Timur - Kabupaten Jombang, yang selama ini dikenal sebagai kota santri dengan warisan budaya dan pendidikan agama yang kuat, kini tengah menghadapi kenyataan pahit. Serangkaian peristiwa kriminal, dari kekerasan brutal hingga pencurian yang merajalela, menggambarkan betapa rapuhnya ketertiban sosial ketika hukum tidak ditegakkan dengan penuh ketegasan.
Dalam beberapa pekan terakhir, publik dikejutkan oleh kasus-kasus yang mengguncang nurani: pengeroyokan brutal di Tembelang, pembunuhan sadis di Sumobito, serta pencurian dan perampokan yang semakin sering terjadi. Ini bukan sekadar angka dalam statistik kriminal, tetapi cerminan dari persoalan yang lebih dalam, sebuah masyarakat yang dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga rasa aman dan keadilan.
Ketika kejahatan terjadi berulang kali dalam rentang waktu yang singkat, pertanyaan mendasar harus diajukan: di mana celahnya? Apakah ini sekadar kelengahan aparat, atau ada kegagalan yang lebih sistemik dalam menjaga stabilitas sosial?
Keamanan bukan hanya tanggung jawab polisi semata, tetapi juga cerminan dari kebijakan pemerintah daerah, partisipasi masyarakat, serta efektivitas sistem hukum dalam memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan. Jika kasus-kasus ini terus terjadi tanpa penyelesaian yang transparan dan adil, maka ketidakpercayaan terhadap aparat penegak hukum akan semakin menguat.
Seberapa efektifkah sistem peradilan kita dalam menangani pelaku kejahatan? Jika kriminalitas terus meningkat, maka bisa jadi ada dua kemungkinan: hukuman yang terlalu ringan sehingga tidak memberi efek jera, atau lemahnya deteksi dini yang memungkinkan pelaku kejahatan bertindak tanpa rasa takut akan konsekuensi.
Baca juga:
Hukum harus menjadi benteng terakhir bagi masyarakat yang mencari keadilan. Tetapi jika hukum itu sendiri kehilangan wibawanya, baik karena proses yang berbelit, korupsi di dalamnya, atau karena pelaku kejahatan merasa bisa lolos dengan mudah, maka anarki hanya tinggal menunggu waktu.
Namun, dalam bayang-bayang suram ini, secercah harapan tetap ada. Keamanan bukan hanya tanggung jawab aparat, tetapi juga masyarakat. Ketika warga mulai aktif dalam menjaga lingkungannya, membangun solidaritas sosial, dan tidak takut untuk melaporkan kejahatan, maka kejahatan pun kehilangan ruang untuk berkembang.
Jombang bukanlah kota tanpa harapan. Di balik peristiwa-peristiwa kelam ini, masih ada ribuan warga yang menginginkan perubahan, yang percaya bahwa tanah kelahiran mereka bisa kembali menjadi tempat yang aman dan bermartabat.
Saatnya pemerintah daerah, kepolisian, dan aparat penegak hukum menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Penindakan tegas harus menjadi prioritas, bukan sekadar retorika di hadapan publik. Kejahatan harus dihukum dengan seadil-adilnya, bukan dinegosiasikan di bawah meja.
Lebih dari itu, masyarakat harus diberdayakan, dilibatkan, dan diberikan ruang untuk ikut serta dalam membangun lingkungan yang aman. Sebab, keadilan sejati bukan hanya tentang menghukum yang bersalah, tetapi juga memastikan bahwa kejahatan tidak memiliki tempat untuk tumbuh.
Jombang kini berada di persimpangan jalan: tetap terjebak dalam bayang-bayang ketakutan, atau melangkah menuju perubahan nyata. Jawabannya ada pada kita semua.
REDAKSI