JAKARTA — Gelombang besar ketidakpercayaan publik mengguncang sektor energi nasional, menyusul pengungkapan skandal korupsi senilai Rp 193,7 triliun dalam tata kelola minyak mentah dan BBM di tubuh PT Pertamina. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO Indonesia), Dr. NR. Icang Rahardian, SH., MH., S.Akun., menyerukan langkah hukum yang tegas dan tidak kompromistis terhadap para pelaku.
“Ini bukan sekadar praktik korupsi biasa. Ini adalah bentuk nyata perampokan sistemik terhadap negara dan rakyat. Tidak boleh ada ruang bagi pengkhianat bangsa untuk bersembunyi,” tegas Icang, saat diwawancarai pada Minggu (13/7/2025).
Pernyataan ini muncul setelah Kejaksaan Agung menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus tersebut, termasuk mantan Direktur Utama Pertamina, Alfian Nasution, dan sosok kontroversial yang selama ini disebut sebagai "The Gasoline Godfather", Mohammad Riza Chalid. Dari sembilan tersangka, delapan telah ditahan, sementara Riza Chalid diduga masih berada di luar negeri.
Menurut Icang, pola kejahatan yang dilakukan telah berlangsung lama dan dilakukan secara sistematis. Sebagai seorang ahli hukum bisnis dan korporasi, ia menyebut kejahatan ini sebagai bentuk manipulasi struktural yang sulit diurai, namun bukan berarti tak bisa dibongkar.
“Modus kejahatan ini memang kompleks, tapi hukum tetap bisa menjangkaunya jika aparat penegak hukum berdiri tegak dan berpihak pada rakyat,” jelas Icang.
Ia pun mendesak Kejaksaan Agung untuk tidak ragu melibatkan Interpol guna membawa pulang Riza Chalid dan memastikan seluruh pelaku bertanggung jawab di hadapan hukum. Baginya, ini bukan hanya soal keadilan, tetapi juga soal kedaulatan energi nasional.
Baca juga:
Lebih jauh, Icang mengajak seluruh insan pers, khususnya anggota IWO Indonesia di seluruh Tanah Air, untuk mengawal kasus ini dengan kritis, independen, dan tak tergoyahkan oleh tekanan politik atau kekuasaan.
“Ketika negara dikhianati dari dalam, jurnalisme yang bebas adalah benteng terakhir akal sehat publik. Jangan diam. Suara wartawan harus lebih nyaring dari propaganda penguasa busuk,” tegasnya.
Icang juga mengingatkan bahwa framing media yang dibangun untuk menyelamatkan kepentingan elite justru menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Pers, menurutnya, harus berdiri sebagai penjaga nurani publik, bukan sebagai alat pembenaran penguasa.
“Wartawan sejati tidak menjilat kekuasaan. Mereka berdiri bersama rakyat yang hari ini dirampok oleh mereka yang mengaku pemimpin,” pungkasnya.
Dengan pernyataan keras ini, IWO Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjadi garda depan dalam mengawal keadilan di sektor strategis negara. Skandal ini adalah ujian bagi penegak hukum, pers, dan seluruh elemen bangsa, apakah akan memilih diam, atau berdiri bersama kebenaran.
Redaksi MediaRajawali.id akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan menyuarakan kebenaran di tengah derasnya arus opini yang dibentuk oleh kepentingan segelintir elite.
BUDI MR.ID