Home Nasional

Indikasi Konflik Kepentingan Bayangi BUMDes Talun Rejo, Warga Pertanyakan Transparansi dan Akuntabilitas

by Media Rajawali - 08 Juli 2025, 14:40 WIB

LAMONGAN — Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Desa Talun Rejo, Kecamatan Bluluk, Kabupaten Lamongan, tengah menjadi sorotan tajam setelah muncul dugaan penyimpangan dalam pengelolaannya. Lembaga yang semestinya menjadi tulang punggung perekonomian desa itu kini dituding sebagai alat mencari keuntungan pribadi oleh oknum yang berkepentingan.

Kecurigaan menguat lantaran posisi strategis sebagai Ketua BUMDes diduduki oleh istri Kepala Desa Talun Rejo. Kondisi ini memunculkan indikasi konflik kepentingan dan memicu pertanyaan serius tentang prinsip tata kelola yang baik, terutama dalam hal transparansi, partisipasi masyarakat, dan akuntabilitas publik.

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga setempat, keberadaan BUMDes selama ini dinilai tidak memberikan dampak nyata terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Kami sebagai petani dan rakyat kecil hanya bisa diam terhadap segala keputusan dari kepala desa," ungkap seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Nada suara yang terdengar pasrah itu seakan mewakili keresahan kolektif warga yang merasa tersingkir dari proses pengambilan keputusan dan pengelolaan sumber daya desa.

Padahal, secara normatif, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah menetapkan batasan yang jelas mengenai keterlibatan perangkat desa dalam struktur kepengurusan BUMDes. Pasal 51 undang-undang tersebut menegaskan larangan rangkap jabatan, yang meskipun tidak menyebut secara eksplisit anggota keluarga kepala desa, dapat diinterpretasikan sebagai upaya mencegah benturan kepentingan dalam spirit good governance.

Hal senada diungkapkan oleh Sekretaris Desa Talun Rejo saat ditemui di kantor desa. “Terkait dengan BUMDes, saya angkat tangan. Tidak bisa ikut campur terlalu jauh karena saya hanya bawahan. Tapi menurut saya seharusnya pengelolaannya bisa lebih terbuka dan memberi peluang kepada masyarakat luas,” ujarnya dengan nada berhati-hati.

Baca juga:

Sementara itu, upaya konfirmasi kepada Kepala Desa tak membuahkan hasil. Sang kepala desa memilih menghindar dari awak media, dan istrinya yang menjabat sebagai Direktur BUMDes juga menolak memberikan pernyataan.

Minimnya akses informasi dan sikap tertutup dari pihak pengelola menambah panjang daftar pertanyaan publik. Ketiadaan laporan keuangan yang bisa diakses warga dan tidak adanya forum pertanggungjawaban terbuka menambah kecurigaan bahwa pengelolaan BUMDes jauh dari prinsip transparansi.

BUMDes sendiri, sebagaimana diatur dalam Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015, seharusnya menjadi sarana pemanfaatan potensi ekonomi lokal yang dikelola secara profesional dan inklusif. Namun, apabila praktik-praktik eksklusif dan nepotistik dibiarkan berlangsung, bukan hanya kepercayaan masyarakat yang rusak, melainkan potensi desa pun akan tergerus oleh kepentingan individu.

Masyarakat Desa Talun Rejo mendesak adanya tindakan tegas dari pihak berwenang untuk melakukan audit menyeluruh terhadap BUMDes dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran tata kelola. Suara-suara yang selama ini terbungkam mulai menyeruak, membawa harapan akan hadirnya keadilan dan perbaikan dalam sistem pemerintahan desa.

Karena pada akhirnya, BUMDes bukan milik perseorangan, melainkan amanah kolektif yang harus dikelola demi kemaslahatan bersama. Jika dibiarkan menjadi alat akumulasi kekuasaan dan kekayaan, maka cita-cita kemandirian desa akan tinggal sebatas wacana.

BUDI MR.ID

Share :