Agung DePe: "Janji politik sering kali berubah menjadi dokumen yang terus mengalami perubahan, hingga akhirnya tidak diketahui ujungnya."
Bojonegoro, Jawa Timur - Kemenangan pasangan Wahono-Nurul dalam Pilkada Kabupaten Bojonegoro dapat diibaratkan sebagai sebuah ironi dalam panggung demokrasi. Meskipun tidak ada perkelahian atau kerusuhan yang mencuat, proses pemilihan ini mencerminkan sesuatu yang lebih dalam—ketidakbebasan rakyat Bojonegoro dalam memilih pemimpin yang mereka harapkan. Ini bukan sekadar kemenangan, tetapi cerminan dari kekurangan substansi demokrasi.
Wahono-Nurul, yang kini disebut-sebut sebagai pemenang, tidak pantas untuk diucapkan selamat. Kemenangan mereka lebih mencerminkan hasil dari sebuah sistem yang dikendalikan oleh kekuatan oligarki, yang dengan cerdik menekan dan mengatur hasil Pilkada demi kepentingan segelintir pihak. Demokrasi rakyat, yang seharusnya memberi ruang bagi suara dan pilihan yang jujur, seakan terancam hilang.
Baca juga:
Sungguh, hari-hari ini terasa seperti ‘hangover politik’—kekalahan dan kemenangan seolah hanya menjadi bagian dari lelucon yang mengorbankan mereka yang kalah dan hanya memperpanjang euforia kemenangan. Tak ada yang benar-benar membahas pemilu yang culas ini. Semua berlarut dalam kebingungannya sendiri.
Janji-janji kampanye yang menyuarakan optimisme semu, seperti "gratis ini dan itu," hanya akan berakhir dengan kekecewaan. Pemimpin terpilih, meski dengan janji yang penuh harapan, akhirnya akan terjebak dalam kenyataan pahit. Mereka akan segera sadar bahwa janji-janji itu, yang begitu gencar disuarakan selama kampanye, tak dapat mereka tepati.
Selebrasi kemenangan ini seakan mengungkapkan sebuah kecemasan yang tak bisa disembunyikan—sebuah kemesraan politik yang tak akan pernah bertahan lama. 14 partai yang mengusung pasangan ini, meski beragam dan memiliki kepentingan berbeda, hanyalah potongan-potongan tali yang mudah terputus. Di balik semua itu, sebuah konflik laten mengancam untuk menggerogoti ketahanan kekuasaan mereka.
Pilkada Bojonegoro bukan hanya tentang siapa yang menang atau kalah, tetapi lebih tentang bagaimana proses demokrasi yang seharusnya bebas dan adil, kini terpasung oleh kepentingan pihak-pihak yang lebih berkuasa. Maka, apakah ini benar-benar sebuah kemenangan untuk rakyat Bojonegoro, atau justru kemenangan bagi mereka yang sudah bermain dengan aturan yang tidak adil?
Solikin
Sumber: Suluh Media