Home Daerah

Fakta Lapangan Ungkap Ketidaksesuaian Desain, TPT Jembatan Pluntu Diduga Dikerjakan Setengah Hati

by Media Rajawali - 13 Juni 2025, 14:09 WIB

Bojonegoro – Dugaan ketidaksesuaian pelaksanaan fisik proyek pelebaran Jembatan Pluntu – Jepang 4 kini semakin menguat. Setelah sebelumnya muncul sorotan mengenai tidak dilaksanakannya Tembok Penahan Tanah (TPT) di sisi abutmen sesuai gambar kerja, hasil pembandingan antara dokumen teknis resmi dan kondisi lapangan menunjukkan fakta yang tidak bisa disangkal: struktur penting itu memang tidak dibangun secara menyeluruh sebagaimana dirancang.

Gambar rencana proyek, yang berasal dari dokumen resmi milik Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang Kabupaten Bojonegoro, secara tegas menampilkan desain TPT dengan konfigurasi menyiku atau membentuk huruf "V", mengapit sisi kiri, depan, dan kanan abutmen lama jembatan. Desain tersebut bukan sekadar estetika, melainkan fondasi teknis untuk menahan tekanan tanah dari samping dan mencegah potensi longsor atau penurunan struktur.

Namun, hasil investigasi lapangan memperlihatkan kontras yang mencolok. Pembangunan TPT hanya dilakukan pada sisi lurus depan abutmen. Sisi kiri dan kanan yang seharusnya menjadi bagian dari sistem penahan tanah tidak tampak dibangun, bahkan tidak terlihat jejak pekerjaan pondasi sebagai indikasi telah dilakukan penggalian atau pengecoran sebelumnya.

Fakta ini menegaskan bahwa pekerjaan fisik tidak dilaksanakan sesuai gambar kerja. Jika tidak ada dokumen perubahan desain resmi (adendum), maka kondisi ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap kontrak kerja dan berpotensi merugikan keuangan daerah.

Mengacu pada Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, setiap penyedia jasa konstruksi wajib melaksanakan pekerjaan sesuai dengan spesifikasi teknis, gambar kerja, dan dokumen kontrak. Pelaksanaan di luar ketentuan tersebut, tanpa adanya perubahan yang terdokumentasi dan disahkan, merupakan bentuk kelalaian administratif yang dapat berujung pada sanksi baik berupa pemotongan pembayaran, penalti, maupun pelaporan kepada instansi pengawasan atau penegak hukum.

Baca juga:

Lebih lanjut, Permen PUPR No. 14 Tahun 2020 menegaskan bahwa pekerjaan konstruksi harus berlandaskan prinsip mutu, efisiensi, akuntabilitas, dan integritas. Bila struktur penting seperti TPT tidak dibangun sebagaimana mestinya, maka prinsip keamanan dan keberlanjutan infrastruktur telah dikompromikan.

Sampai saat ini, belum ada keterangan resmi dari Dinas PU Bina Marga dan Penataan Ruang. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ir. Edi Dwi Purwanto, ST., MH., yang menandatangani berita acara serah terima pekerjaan (PHO), tidak memberikan respons terhadap permintaan konfirmasi yang telah dikirim melalui saluran resmi.

Ketiadaan TPT di dua sisi abutmen menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah pengawas proyek tidak mengetahui adanya ketidaksesuaian ini? Ataukah ada pembiaran terhadap pekerjaan yang jelas-jelas menyimpang dari desain awal?

Dengan ditemukannya bukti visual dan dokumen teknis yang saling bertentangan, publik berhak meminta dilakukannya audit independen atas proyek tersebut. Evaluasi menyeluruh tidak hanya akan menilai aspek teknis, tetapi juga integritas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa oleh pihak dinas terkait.

Proyek bernilai Rp3,19 miliar ini tidak boleh dibiarkan menjadi simbol kelalaian. Infrastruktur yang dibiayai dengan dana publik harus dibangun dengan penuh tanggung jawab dan kehati-hatian.

Redaksi MediaRajawali.id akan terus mengawal isu ini dan menyajikan perkembangan lanjutan sebagai bagian dari komitmen terhadap transparansi dan kontrol publik atas pelaksanaan pembangunan daerah.

REDAKSI 

Share :