Home Nasional

Dugaan Penimbunan Solar Subsidi di Blora: Disinyalir Dijual ke Industri, Warga Resah

by Media Rajawali - 13 Mei 2025, 21:18 WIB

Blora – Dugaan praktik penyimpangan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Di tengah keterbatasan akses masyarakat terhadap solar subsidi, muncul laporan adanya aktivitas penimbunan yang diduga dilakukan secara terorganisir di wilayah Desa Plosorejo, Kecamatan Randublatung. Aktivitas ini mencuat ke permukaan setelah warga setempat mengungkap adanya gudang tersembunyi yang digunakan untuk menyimpan solar dalam jumlah besar.

Dari pantauan lapangan, gudang yang disamarkan di balik pagar spandek itu menyimpan setidaknya tujuh tandon air berkapasitas seribu liter yang diduga digunakan untuk menimbun BBM subsidi jenis solar. Selain itu, ditemukan pula sejumlah jeriken berkapasitas 30 liter yang diyakini sebagai bagian dari sarana distribusi ilegal. Solar yang ditimbun tersebut, menurut keterangan warga, dijual kepada pihak industri yang jelas-jelas tidak termasuk kategori penerima subsidi.

Modus yang digunakan pelaku terbilang licin. Mereka memanfaatkan kendaraan pribadi, seperti mobil dan sepeda motor, untuk melakukan pengisian di berbagai SPBU. Dalam praktiknya, mereka kerap menggunakan QR code milik kelompok tani atau nelayan, yang notabene merupakan konsumen sah BBM subsidi, untuk mengelabui sistem pembelian.

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa praktik serupa telah berlangsung cukup lama. “Tempat penyimpanan mereka sering berpindah-pindah untuk menghindari kecurigaan. Tapi kami tahu ada yang tidak beres sejak awal,” ujar warga tersebut.

Baca juga:

Kekhawatiran masyarakat cukup beralasan. Selain merampas hak kelompok penerima subsidi, praktik semacam ini merusak tata kelola distribusi energi nasional. Berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyalahgunaan pengangkutan atau niaga BBM subsidi merupakan tindak pidana serius yang diancam pidana penjara hingga 6 tahun serta denda maksimal Rp60 miliar.

Tak hanya itu, Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 dan Keputusan Kepala BPH Migas Nomor 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 secara tegas mengatur siapa saja yang berhak menerima solar subsidi dan mekanisme pembeliannya. Sektor industri, dalam ketentuan tersebut, sama sekali tidak termasuk dalam daftar konsumen yang sah.

Pertamina, sebagai badan usaha yang ditunjuk menyalurkan BBM subsidi, secara terbuka menyampaikan bahwa masyarakat dapat melaporkan segala bentuk penyalahgunaan melalui Call Center 135 atau langsung ke aparat penegak hukum. Laporan masyarakat akan dijamin kerahasiaannya, sesuai dengan komitmen BPH Migas.

Kepada aparat dan instansi terkait, masyarakat berharap tindakan tegas dan transparan. “Kami bukan hanya kecewa, tapi juga khawatir. Kalau hal seperti ini dibiarkan, rakyat kecil yang mestinya dibantu justru makin terpinggirkan,” ujar seorang warga lainnya dengan nada prihatin.

Seiring dengan maraknya berbagai modus penyelewengan, desakan terhadap aparat kepolisian dan Pertamina untuk meningkatkan pengawasan dan penindakan menjadi semakin mendesak. Praktik mafia BBM subsidi tidak hanya merugikan negara dari sisi fiskal, tetapi juga merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap asas keadilan sosial yang dijamin konstitusi.

REDAKSI 

Share :