Home Daerah

Dugaan Pemalsuan Dokumen Yayasan Guncang Masjid Al Ikhlas Ngemplak: Warga Soroti Lemahnya Pengawasan Pemerintah Desa

by Media Rajawali - 08 April 2025, 19:24 WIB

Bojonegoro, Jawa Timur — Polemik mencuat di Desa Ngemplak, Kecamatan Baureno, Kabupaten Bojonegoro, setelah terungkap dugaan pelanggaran hukum serius dalam proses pendirian Yayasan Pendidikan Al Ikhlas Satu Atap yang beroperasi di lingkungan Masjid Al Ikhlas Dusun Ndero. Yayasan tersebut diduga berdiri atas dasar dokumen dengan tanda tangan palsu, yang kini menjadi sorotan tajam masyarakat.

Dalam musyawarah terbuka yang berlangsung pada 7 April 2025 di Balai Desa Ngemplak, masyarakat menyatakan penolakan terhadap keberadaan yayasan yang mereka sebut cacat administratif serta diduga ilegal. Yayasan tersebut dikaitkan dengan individu berinisial MFR, yang disebut sebagai pendiri sekaligus penggerak aktivitas yayasan di wilayah masjid tersebut.

Salah satu poin yang memicu kekecewaan warga adalah fakta bahwa akta pendirian yayasan yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM tetap lolos verifikasi, padahal menurut keterangan warga, tanda tangan pengajuan dipalsukan dan tidak melalui persetujuan resmi desa. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius soal peran dan pengawasan pemerintah desa dalam proses administrasi tersebut.

“Kalau akta yayasan itu bisa keluar, tentu ada dokumen pendukung berupa surat domisili dari kepala desa atau lurah. Artinya, kalau benar dipalsukan, maka ini bukan hanya kesalahan pelaku, tapi juga menunjukkan lemahnya fungsi verifikasi dan pengawasan di tingkat desa,” ujar salah satu tokoh masyarakat Ngemplak.

Kasus ini diperparah oleh tindakan penggantian kotak amal resmi milik masjid dengan kotak milik yayasan pribadi milik MFR saat Hari Raya Idul Fitri. Warga yang mengetahui hal itu langsung bertindak tegas, mengamankan kotak amal dan melakukan penghitungan terbuka. Tak terima, MFR melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Baureno. Namun setelah investigasi, pihak kepolisian menyimpulkan bahwa persoalan tersebut adalah konflik internal, dan laporan dicabut oleh pelapor.

Keresahan warga semakin memuncak karena persoalan kotak amal tidak hanya terjadi saat hari besar keagamaan, tetapi juga dalam pelaksanaan salat Jumat mingguan. Tidak adanya transparansi dan akuntabilitas membuat warga mendesak tindakan hukum dan administratif dari pihak desa.

Dari hasil musyawarah di Balai Desa, masyarakat sepakat:

1. Yayasan yang diduga ilegal dan cacat hukum tidak diperbolehkan lagi menjalankan aktivitas apapun di wilayah Masjid Al Ikhlas.

Baca juga:

2. Pengelolaan masjid dikembalikan secara utuh kepada masyarakat dan Pemerintah Desa Ngemplak.

3. Laporan hukum dari pihak MFR resmi dicabut.

4.  Akan dibentuk struktur kepengurusan baru yang transparan, akuntabel, dan berdasarkan hasil musyawarah masyarakat.

Warga berharap agar kasus ini menjadi peringatan bagi seluruh pihak, terutama pemerintah desa, untuk lebih ketat dan teliti dalam menerbitkan dokumen domisili atau legalitas yayasan yang menyangkut fasilitas publik seperti masjid.

“Kami ingin hukum ditegakkan, tidak ada tempat untuk manipulasi di rumah ibadah. Desa juga jangan lepas tangan,” tegas seorang warga dalam forum musyawarah.

Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak atau akibat hukum, dapat diancam dengan pidana penjara maksimal enam tahun.

Dengan sorotan tajam dari masyarakat, kini bola panas berada di tangan pemerintah desa, kecamatan, hingga aparat penegak hukum untuk memastikan kasus ini diselesaikan secara terbuka dan adil sekaligus menjadi pelajaran agar fungsi pengawasan administrasi tidak hanya bersifat formalitas, melainkan dijalankan secara menyeluruh dan bertanggung jawab.

REDAKSI 

Share :