Foto ilustrasi
Bojonegoro, 19 November 2024 – Isu dugaan praktik jual beli proyek kembali mengguncang lingkup pemerintahan Kabupaten Bojonegoro. Kali ini, sorotan tajam mengarah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Bojonegoro, setelah lima paket proyek yang telah memiliki pemenang lelang dilaporkan "dijual kembali" oleh salah satu oknum Kepala Bidang (Kabid) berinisial Rd.
Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa paket-paket tersebut mencakup proyek pembangunan TPT jalan dan saluran drainase di beberapa lokasi. Namun, hanya dalam tiga minggu setelah penetapan pemenang, direktur dari beberapa perusahaan mengaku diminta menyerahkan kembali empat dari lima paket oleh Rd dengan alasan proyek akan dialihkan kepada pihak lain. Ironisnya, proses penyerahan berkas di awal transaksi juga melibatkan oknum tersebut secara langsung.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Rd tidak membantah dugaan tersebut, namun dengan santainya menyebut bahwa hal ini adalah "urusan internal" antara dirinya dan pihak terkait. Pernyataan ini justru memicu kecurigaan publik akan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan proyek pemerintah di Bojonegoro.
Praktik seperti ini, jika terbukti, tidak hanya mencederai prinsip keadilan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, tetapi juga melanggar berbagai aturan hukum berikut:
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Pasal 59 ayat (1) mewajibkan pengelolaan keuangan negara dilakukan secara transparan, akuntabel, dan bebas dari penyalahgunaan wewenang. Dugaan jual beli proyek ini berpotensi melanggar asas tersebut, merugikan negara, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Baca juga:
Pasal 22 melarang persekongkolan yang bertujuan mengatur atau menentukan pemenang tender, yang dapat merugikan persaingan usaha yang sehat. Jika benar proyek-proyek ini dialihkan secara tidak sah, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk persekongkolan tender yang melanggar hukum.
3. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Pasal 6 menegaskan pentingnya prinsip efisiensi, efektivitas, transparansi, persaingan sehat, keadilan, dan akuntabilitas dalam pengadaan barang/jasa. Dugaan manipulasi pengalihan proyek seperti ini jelas bertentangan dengan prinsip tersebut.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 423 KUHP menyatakan bahwa pejabat negara yang menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan pribadi atau pihak lain dapat dijerat dengan sanksi pidana. Jika Rd terbukti memperoleh keuntungan pribadi dalam kasus ini, ia dapat dikenakan hukuman berat sesuai pasal tersebut.
Praktik seperti ini, selain melanggar hukum, juga menimbulkan kerugian besar bagi para kontraktor yang telah mengikuti proses lelang sesuai aturan. Lebih jauh, masyarakat Bojonegoro yang seharusnya menikmati manfaat dari proyek-proyek ini menjadi korban, karena pengalihan proyek bisa memperlambat pelaksanaan pembangunan.
Masyarakat bersama para aktivis pembangunan mendesak Inspektorat Kabupaten Bojonegoro dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menyelidiki kasus ini. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama guna menjaga integritas pengelolaan keuangan negara.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Bojonegoro maupun pemerintah daerah belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ini. Publik berharap kasus ini segera diusut tuntas, sehingga tidak hanya memberi efek jera, tetapi juga memastikan proses pengadaan barang dan jasa berjalan sesuai dengan asas keadilan dan hukum yang berlaku.
Akuntabilitas dan transparansi adalah harga mati dalam pengelolaan proyek pembangunan. Hukum tidak boleh memberi ruang bagi praktik kotor yang mencederai kepercayaan rakyat.