Home Daerah

Driver Online Bojonegoro Bantah Restui Potongan 20 Persen: Isu Rekayasa atau Strategi Tersembunyi?

by Media Rajawali - 20 Juli 2025, 11:09 WIB

BOJONEGORO — Atmosfer industri transportasi daring kembali memanas di Bojonegoro, menyusul munculnya klaim di media sosial yang menyebut bahwa komunitas pengemudi ojek online (ojol) di wilayah tersebut menyetujui skema potongan 20% oleh aplikator. Klaim ini sontak menuai gelombang penolakan dari para driver yang merasa tidak pernah dilibatkan maupun dimintai persetujuan.

Ketua Komunitas Ojol Bojonegoro Bersatu, Suwito, mengonfirmasi bahwa unggahan tersebut telah menimbulkan keresahan dan amarah di kalangan pengemudi. Ia menyatakan bahwa informasi yang beredar tidak mencerminkan sikap resmi komunitas, bahkan cenderung mengarah pada disinformasi yang dapat menciptakan distorsi opini publik.

“Kami tidak pernah memberikan persetujuan terhadap potongan 20%. Apalagi jika narasi itu digunakan untuk mendukung kebijakan tertentu di tingkat pusat, maka kami merasa telah dimanipulasi,” ujar Suwito saat ditemui Minggu (20/7/2025).

Lebih lanjut, Suwito menyebut bahwa dirinya telah mencoba mengonfirmasi langsung kepada pihak pengelola akun media sosial yang mengunggah informasi tersebut. Namun, respons yang diterima justru memperkuat dugaan adanya kepentingan tersembunyi.

“Saya hubungi adminnya, dia bilang hanya menjalankan pesanan. Tapi saat ditanya siapa yang memesan, dia tidak mau menjawab. Ini semakin membuat kami curiga bahwa ada agenda tertentu di balik unggahan itu,” ungkapnya.

Menurut Suwito, bentuk komunikasi yang tertutup dan manipulatif seperti ini mencederai prinsip kemitraan dan keadilan antara aplikator dan mitra pengemudi. Ia menegaskan bahwa pihak komunitas selama ini tetap mematuhi regulasi pemerintah dan menghormati keputusan otoritas, namun dengan catatan transparansi dan partisipasi aktif dari para pengemudi tetap dijaga.

“Kami bukan penolak aturan. Tapi kami menuntut diajak bicara, dilibatkan dalam proses kebijakan yang menyangkut nasib kami di lapangan,” tegasnya.

Baca juga:

Lebih ironis lagi, Suwito menyebut bahwa komunitas yang dicatut namanya dalam unggahan tersebut sama sekali tidak dikenal di kalangan driver lokal. Ia pun meragukan validitas sumber informasi yang digunakan dalam unggahan itu.

“Saya konfirmasi ke semua rekan di komunitas dan grup WhatsApp, tak satu pun merasa pernah diwawancarai. Bahkan nama komunitas yang disebut pun tidak pernah ada dalam struktur komunitas ojol di Bojonegoro,” katanya.

Sebagai latar belakang, isu potongan komisi aplikator ini mencuat kembali usai rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. Dalam pertemuan tersebut, Dirjen Aan Suhanan menyampaikan bahwa pihaknya masih melakukan kajian mendalam terhadap tuntutan pengemudi untuk menurunkan komisi aplikator dari 20% menjadi 10%.

Tuntutan tersebut merupakan salah satu poin utama dalam aksi nasional pengemudi ojol pada 20 Mei 2025 lalu, yang menyerukan penataan ulang skema kemitraan antara driver dan aplikator, termasuk transparansi dalam sistem pembagian pendapatan.

Sampai saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak aplikator terkait polemik yang terjadi di Bojonegoro. Namun, para driver berharap agar isu ini tidak menjadi preseden buruk dalam hubungan antara mitra kerja dan korporasi.

“Kami tidak menolak kebijakan. Tapi kami menolak dimanipulasi,” pungkas Suwito dengan nada tegas namun tenang.

Penelusuran lebih lanjut terhadap akun media sosial yang pertama kali menyebarkan unggahan kontroversial ini masih dilakukan. Apakah ini sekadar kesalahan informasi, atau bagian dari strategi komunikasi yang lebih besar? Waktu dan transparansi akan menjadi kunci jawabannya.

BUDI MR.ID

Share :