Bojonegoro — Praktik pemalsuan sertifikat wartawan diduga kembali terjadi, kali ini menimpa seorang pemilik media online asal Jawa Timur yang menjadi korban iming-iming penerbitan Sertifikat Kompetensi Wartawan Muda oleh seseorang bernama Syamsudin. Korban mengaku telah menyetorkan uang sebesar Rp500 ribu sebagai uang muka (DP) dari total permintaan Rp750 ribu, dengan janji sertifikat resmi akan terbit dalam waktu dua minggu.
Namun, sertifikat yang diterima ternyata tidak terdaftar secara resmi di Dewan Pers, bahkan kode QR (barcode) dalam dokumen tersebut tidak dapat diverifikasi melalui sistem otentikasi online Dewan Pers. Hal ini mengindikasikan bahwa dokumen tersebut merupakan sertifikat palsu atau ilegal yang dapat merugikan banyak pihak, terutama wartawan pemula yang belum memahami prosedur resmi uji kompetensi.
Dalam pesan chat komunikasi via WhatsApp, Syamsudin mengakui secara tidak langsung bahwa dokumen tersebut “sertifikat tembak”—istilah yang biasa digunakan untuk menyebut sertifikat hasil rekayasa, tanpa melalui proses uji kompetensi resmi oleh lembaga uji terakreditasi Dewan Pers. Berikut beberapa kutipan dari pernyataan Syamsudin:
“Kalau sy lihat kerjasama ama Dewan Pers.”
“Ini namanya sertifikat tembak.”
“Kalau masalah terdaftar… betul tidak terdaftar.”
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pelaku mengetahui sertifikat yang dikeluarkannya tidak memiliki legalitas, namun tetap disebarkan dengan memungut biaya dari calon wartawan. Lebih jauh, ia menjanjikan kemungkinan pengembalian dana apabila dipermasalahkan, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut nyata dari pihak yang bersangkutan.
Baca juga:
Ahli hukum pers menilai bahwa praktik semacam ini dapat dikategorikan sebagai penipuan dan pemalsuan dokumen, yang berpotensi melanggar Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan surat dan penipuan. Selain merugikan secara materi, korban juga dapat mengalami kerugian moral dan profesional, mengingat sertifikat tersebut kerap digunakan untuk menunjukkan kapasitas dan kompetensi wartawan di lapangan.
Dewan Pers telah menetapkan bahwa sertifikasi wartawan hanya bisa diperoleh melalui uji kompetensi resmi yang diselenggarakan oleh lembaga uji terakreditasi seperti PWI, AJI, IJTI, dan beberapa perguruan tinggi yang telah menjalin kerja sama secara legal dengan Dewan Pers.
Masyarakat pers dan wartawan pemula diimbau untuk:
- Selalu mengecek keaslian sertifikat melalui portal resmi dewanpers.or.id.
- Menghindari tawaran cepat atau jalur pintas yang menjanjikan sertifikat tanpa uji kompetensi.
- Melaporkan segala bentuk penyimpangan atau dugaan penipuan kepada pihak berwenang, baik ke polisi maupun Dewan Pers.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa profesi wartawan bukan sekadar soal selembar sertifikat, tetapi menyangkut integritas, kompetensi, dan tanggung jawab etis kepada publik. Pemalsuan seperti ini tidak hanya merugikan individu, tetapi mencederai kepercayaan publik terhadap profesi jurnalis secara luas.
Penting bagi para calon wartawan dan pemilik media untuk bersikap kritis, melakukan verifikasi berlapis, dan tidak tergoda jalan pintas yang justru menjebak mereka dalam skema ilegal yang bisa berdampak hukum dan reputasi.
BUDI MR.ID