- Oleh : Budi Hartono
Tuban, Jawa Timur — Dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan proyek infrastruktur di Desa Sandingrowo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, kian mengemuka. Setelah sebelumnya ditemukan pekerjaan belum rampung dan sebagian konstruksi retak meski baru dikerjakan, kini muncul dugaan bahwa material yang digunakan berupa batu kapur tidak berizin alias ilegal.
Pantauan di lokasi pada Rabu (5/11/2025) menunjukkan material berupa batu kapur putih menumpuk di pinggir jalan desa, sebagian telah digunakan untuk pekerjaan saluran air di Dusun Sundulan RT/RW 05/01. Warga setempat menyebut material tersebut didatangkan dari wilayah sekitar tanpa dokumen resmi yang menunjukkan asal-usul penambangan.
Seorang warga yang ditemui di lokasi menuturkan, “Kami heran kenapa pakai batu kapur seperti itu. Setahu kami, di sini tidak ada tambang yang punya izin resmi. Kalau uang negara dipakai, harusnya bahan-bahannya juga resmi,” ujarnya sambil menunjukkan tumpukan batu di pinggir jalan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, Desa Sandingrowo menerima Dana Desa (DD) Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp986.543.000, dengan tahap pertama senilai Rp466.581.400 telah dicairkan pada 11 Juni 2025. Namun hingga kini, laporan penyaluran tahap kedua belum tercatat dalam sistem Omspan Kementerian Keuangan RI, meski di lapangan kegiatan fisik terus berjalan.
Dugaan penggunaan material tanpa izin ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pertanggungjawaban keuangan (SPJ) proyek tersebut. Dalam konteks hukum, penggunaan bahan bangunan dari sumber tidak sah dapat melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, serta bertentangan dengan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang menegaskan bahwa seluruh pengeluaran harus dapat dipertanggungjawabkan secara sah dan sesuai ketentuan.
Baca juga:
Lebih jauh, aktivitas pengambilan dan penggunaan batu kapur dari lokasi tanpa izin resmi juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mensyaratkan izin usaha pertambangan (IUP) bagi setiap kegiatan pengambilan bahan galian, termasuk batu kapur. Pasal 158 undang-undang tersebut secara tegas menyebutkan bahwa “setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Sejumlah pemerhati kebijakan publik menilai, bila benar proyek Dana Desa menggunakan material ilegal, maka terdapat dua potensi pelanggaran sekaligus: administratif dan pidana. “Ini bukan hanya soal kualitas pekerjaan, tapi juga soal legalitas dan akuntabilitas penggunaan uang negara. Kalau bahan bangunan saja tidak sah, bagaimana laporan keuangannya nanti disusun?” ujar salah satu aktivis antikorupsi lokal kepada Media Rajawali.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Desa Sandingrowo belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penggunaan batu kapur ilegal dan mekanisme penyusunan SPJ proyek tersebut. Permintaan konfirmasi yang diajukan tim media melalui perangkat desa juga belum mendapatkan tanggapan.
Pengamat hukum tata pemerintahan menilai, aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) seharusnya segera turun tangan melakukan klarifikasi dan audit terhadap pelaksanaan fisik maupun administrasi proyek Dana Desa di Sandingrowo. “Setiap rupiah dana desa adalah uang negara. Bila digunakan untuk membeli material tanpa izin, maka laporan pertanggungjawabannya (SPJ) dapat dinilai tidak sah,” tegasnya.
Masyarakat berharap pemerintah kabupaten dan inspektorat segera memeriksa sumber pengadaan material tersebut. “Kami tidak menolak pembangunan, tapi jangan sampai pembangunan dilakukan dengan cara-cara yang menabrak aturan,” ujar warga lainnya dengan nada prihatin.
Kasus ini menjadi sinyal penting bagi seluruh desa penerima Dana Desa agar mengutamakan transparansi, legalitas material, serta pelaksanaan proyek yang sesuai standar teknis dan hukum. Sebab, setiap pembangunan yang lahir dari uang rakyat harus pula berdiri di atas landasan hukum yang benar.