- Oleh : Budi Hartono
Tuban, 20 Oktober 2025 — Di bawah teriknya matahari Kecamatan Parengan, sebuah potret buram beton baru di Dusun Dolok, Desa Parangbatu, sudah retak dan mengelupas. Cornya nampak kasar, berpori, dan rapuh, seolah menegaskan bahwa anggaran Rp 80 juta yang bersumber dari Dana Desa hanya kuat di atas kertas, tapi runtuh di lapangan.
Sesuai papan nama informasi, Pembangunan/Peningkatan Sarana dan Prasarana Pariwisata Milik Desa, jenis pekerjaan jalan beton, volume 72 × 3 m dan 99,5 × 1,6 m, pelaksana Tim Swadaya Desa Parangbatu. Namun, di balik tulisan formal itu, warga menemukan kejanggalan yang tak bisa ganggu gugat.
Pemeriksaan lapangan mengindikasikan perbedaan mencolok antara spesifikasi dan realisasi di lapangan. Bagian tepi pekerjaan menggunakan besi tulangan ukuran 12 Cm, sementara bagian yang lebih dulu tertutup beton diduga memakai besi ukuran 8 Cm. selisih yang signifikan dalam daya tahan konstruksi. Proses pengecoran pun diduga dilakukan dengan molen manual, bukan dari batching plant seperti standar pekerjaan beton berkualitas.
- “Mutunya terlihat kasar dan mudah pecah. Ini cor untuk anggaran besar, tapi hasilnya seperti proyek percobaan,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Kini, bahkan sebelum masa pakainya genap sebulan, lapisan beton sudah terkelupas (tercuwil) di beberapa sisi. Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa pekerjaan dilakukan dengan mutu rendah dan pengawasan teknis yang lemah.
Lebih mencengangkan lagi, berdasarkan data resmi aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (OMSPAN) Kementerian Keuangan RI, Desa Parangbatu tahun 2025 menerima alokasi Dana Desa sebesar Rp 1.356.142.000.
Tahap pertama telah tersalur penuh Rp 813.685.200 sejak 22 Mei 2025. Namun, hingga pertengahan Oktober 2025, desa belum mengunggah rincian realisasi kegiatan maupun laporan pertanggungjawaban ke aplikasi OMSPAN. Padahal, informasi lapangan menunjukkan penyerapan anggaran untuk tahap kedua telah berjalan, sebuah langkah yang semestinya tidak dilakukan sebelum laporan tahap pertama diverifikasi dan disetujui.
Keterlambatan pelaporan dan percepatan penyerapan seperti ini menimbulkan pertanyaan serius, di mana fungsi pengawasan kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta Inspektorat Kabupaten Tuban.
Perlu diketahui di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan bahwa setiap penggunaan Dana Desa harus transparan, akuntabel, dan partisipatif. Permendagri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa memberikan mandat kepada Camat, DPMD, dan Inspektorat Kabupaten untuk melakukan pembinaan, monitoring, hingga audit di lapangan pekerjaan. Serta yang terakhir, permenDes Nomor 7 Tahun 2023 menetapkan bahwa pembangunan infrastruktur desa wajib memenuhi standar teknis dan mutu pekerjaan sesuai RAB serta prinsip akuntabilitas publik.
Baca juga:
Namun di Parangbatu, aturan tersebut tampak berjarak. Pengawasan administratif lemah, pengawasan teknis longgar, sementara kontrol publik baru tersulut setelah fisik tersebut berjalan menunjukkan tanda-tanda kerusakan dini.
- “Kalau pekerjaan senilai puluhan juta sudah retak dalam hitungan minggu, ini bukan sekadar kesalahan teknis. Pasti ada yang lebih dalam dari itu,” kata seorang pengamat kebijakan publik di Tuban, saat dimintai tanggapan.
Portal OMSPAN sejatinya dirancang untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas Dana Desa secara nasional. Setiap desa wajib mengunggah laporan penyerapan, realisasi fisik, dan bukti pertanggungjawaban sebelum pencairan tahap berikutnya terealisasi.
Ketika data tidak terunggah, sistem transparansi pun terputus. Dalam konteks Parangbatu, ketidaktertiban administratif ini bukan sekadar kelalaian melainkan indikasi lemahnya tata kelola yang bisa membuka ruang penyimpangan.
Sementara itu, proyek yang seharusnya mendukung sarana wisata desa justru menimbulkan citra yang buruk, jalan nampak rapuh, kualitas rendah, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap integritas pengelolaan dana desa tersebut.
Kasus Parangbatu membuka satu pertanyaan besar, bagaimana mekanisme pengawasan lintas tingkat benar-benar dijalankan, jika laporan tahap pertama belum terunggah tetapi penyerapan tahap kedua sudah berjalan, maka ada cacat prosedural yang jelas. Jika mutu pekerjaan jauh di bawah standar, maka ada kelalaian teknis yang harus dipertanggungjawabkan.
Pemerintah Kabupaten Tuban melalui DPMD dan Inspektorat seharusnya segera turun tangan melakukan audit teknis dan audit kepatuhan, sebagaimana diamanatkan oleh Permendagri 73/2020. Pemerintah jangan hanya cukup menunggu laporan administratif. Masyarakat berhak melihat hasil fisik dan bukti nyata bahwa setiap rupiah Dana Desa yang digunakan benar - benar digunakan sebagaimana mestinya.
Pembangunan tanpa transparansi hanyalah panggung kosong, jangan hanya tampak megah dari jauh, tapi kenyataan dilapangan keropos di dalam. Kasus Desa Parangbatu menjadi potret kecil tentang bagaimana idealisme Dana Desa yang dirancang untuk memberdayakan masyarakat bisa runtuh oleh abai, ketidakterbukaan, dan lemahnya pengawasan.
Media ini akan menelusuri dan mengawal terus kasus tersebut, hingga tuntas, mulai dari tingkat kecamatan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), hingga ke meja Bupati Tuban, Aditya Halindra Faridzky, S.E. Sebab, setiap rupiah dari uang rakyat pantas dipertanggungjawabkan.
Jika pengelolaan dana publik kehilangan integritas, maka bukan hanya beton yang akan retak, akan tetapi kepercayaan warga pun ikut runtuh. Nantikan episode selanjutnya