Lamongan – Aroma ketidakberesan dalam pengelolaan Dana Desa Lamongrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, kian menyengat. Di bawah kepemimpinan Kepala Desa Suroso, dana ratusan juta rupiah telah dicairkan, namun realisasi fisiknya khususnya proyek pembangunan Balai Desa diduga tanpa jejak transparansi.
Mengacu pada data resmi OMSPAN Kementerian Keuangan, Desa Lamongrejo telah menerima kucuran Dana Desa tahun anggaran 2024 sebesar Rp1.273.552.000, terdiri dari:
Tahap 1 (19 Februari 2024):
Rp279.186.600
Rp484.944.600
Tahap 2 (21 Agustus 2024):
Rp186.124.400
Rp323.296.400
Baca juga:
Namun, publik dikejutkan dengan tidak adanya wujud pelaksanaan transparansi atas salah satu pos penting dalam tahap pertama, yakni “Pembangunan/Rehabilitasi Balai Desa (DDS Lanjutan)” senilai Rp127 juta. Saat tim kami melakukan peninjauan langsung di lokasi pada Kamis malam, 26 Juni 2025, tidak ditemukan tanda-tanda transparansi papan nama informasi proyek di lokasi.
Ketiadaan papan proyek ini menjadi indikator awal yang kuat bahwa kegiatan tersebut diduga tidak berjalan dengan semestinya, padahal anggaran telah dicairkan sejak lebih dari satu tahun yang lalu. Transparansi yang seharusnya menjadi prinsip utama pengelolaan dana publik, seolah diduga lenyap di tangan Suroso.
Parahnya lagi, hingga update terakhir per 19 Desember 2024, Pemerintah Desa Lamongrejo belum melaporkan realisasi penggunaan Dana Desa tahap 2 yang totalnya mencapai lebih dari Rp509 juta. Suroso, selaku kepala desa, tidak memberikan penjelasan kepada publik soal ke mana dana sebesar itu dialirkan. Tidak ada laporan publik, dan tidak ada rincian kegiatan yang bisa diakses masyarakat.
Seorang warga berkomentar, “Bukan hanya tidak ada Transparansi, kami tidak tahu uang itu dipakai untuk apa. Semua diam. Desa seperti dikendalikan dalam sunyi,” ujar pria paruh baya yang meminta namanya disamarkan.
Bulan lalu, Kepala Desa Suroso juga terseret isu dugaan pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Sejumlah warga mengaku dimintai biaya hingga Rp700 ribu per bidang tanah, angka yang jauh melebihi ketentuan resmi pemerintah.
Meski informasi tersebut sempat mencuat ke publik, tidak terlihat ada penindakan atau klarifikasi terbuka dari pihak desa. Yang mengejutkan, program PTSL masih berjalan mulus di bawah kepemimpinan Suroso, seolah tidak pernah terjadi kegaduhan atau pelanggaran etik.
Dana Desa adalah amanah rakyat. Ketika dana dicairkan, laporan harus dibuka. Ketika proyek dijanjikan, hasil harus tampak. Papan proyek bukan sekadar formalitas, tapi cermin keterbukaan. Dan ketika semua itu hilang, maka wajar publik bertanya: ada apa dengan Kepala Desa Lamongrejo, Suroso?
Dengan minimnya tanda-tanda pelaksanaan proyek, serta tanpa adanya laporan realisasi tahap 2, dan belum tuntasnya isu pungli PTSL, kepemimpinan Suroso berada dalam sorotan tajam publik dan patut diaudit secara menyeluruh.
Kami mendesak Inspektorat Daerah, Kejaksaan, dan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk turun tangan dan memastikan bahwa setiap rupiah uang negara yang dikucurkan ke desa, tidak berujung menjadi proyek bancakan elite lokal.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Desa Lamongrejo, Suroso, belum memberikan pernyataan resmi terkait keberadaan transparansi proyek senilai Rp127 juta maupun kejelasan penggunaan Dana Desa tahap kedua tersebut.
REDAKSI