Home Daerah

Bupati Setyo Wahono Janji Cek Dugaan Penyimpangan Proyek Jembatan: Publik Desak Audit dan Tindakan Tegas

by Media Rajawali - 14 Juni 2025, 08:29 WIB

Bojonegoro – Desakan publik terhadap Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk mengaudit proyek pelebaran Jembatan Pluntu – Jepang 4 semakin tak terbendung. Indikasi kuat bahwa pekerjaan fisik tidak sesuai dengan gambar teknis memicu gelombang pertanyaan tajam mengenai integritas pelaksanaan dan efektivitas pengawasan proyek yang dibiayai oleh uang rakyat.

Dua temuan utama menjadi sorotan: pertama, ketidaksesuaian pelaksanaan pekerjaan Tembok Penahan Tanah (TPT) pada abutmen lama, yang dalam gambar teknis seharusnya dibangun mengelilingi sisi kiri, kanan, dan depan berbentuk huruf “V”, namun di lapangan hanya direalisasikan sebagian kecil di sisi lurus. Kedua, tidak ditemukannya indikasi perubahan desain resmi, padahal volume pekerjaan yang tidak dikerjakan memiliki nilai signifikan secara teknis dan keuangan.

Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa proyek senilai Rp3,19 miliar, yang dikerjakan oleh CV. Astana Brawijaya Lima dan berada di bawah lingkup Dinas PU Bina Marga dan Penataan Ruang, berpotensi merugikan keuangan daerah serta menurunkan standar mutu infrastruktur publik.

Menanggapi permintaan konfirmasi dari redaksi MediaRajawali.id, Bupati Bojonegoro Setyo Wahono memberikan jawaban singkat, “Kami cek. Jawaban tersebut menjadi isyarat bahwa Pemkab belum menerima laporan lengkap atau belum mengetahui rincian teknis dari proyek yang dilaksanakan pada masa anggaran sebelumnya.

Meski demikian, sejumlah kalangan menilai bahwa peninjauan semata tidak cukup. Masyarakat menuntut tindakan konkret berupa pemeriksaan teknis menyeluruh, audit independen, dan transparansi dokumen pekerjaan. Apalagi, proyek tersebut telah melalui proses serah terima (PHO) pada 23 Desember 2024, tanpa catatan mengenai pengurangan volume atau perubahan desain.

Baca juga:

“Jika benar ada bagian pekerjaan yang tidak dilaksanakan tapi tetap dibayarkan penuh, ini bukan sekadar kelalaian. Ini adalah potensi kerugian negara yang harus ditelusuri oleh Inspektorat, DPRD, bahkan Aparat Penegak Hukum,” ujar seorang aktivis pengawasan publik yang tidak bersedia disebutkan namanya.

Mengacu pada Perpres No. 12 Tahun 2021 serta Permen PUPR No. 14 Tahun 2020, seluruh pelaksanaan pekerjaan konstruksi wajib dilakukan sesuai dokumen kontrak dan gambar kerja, kecuali ada perubahan yang didukung berita acara resmi dan disetujui oleh semua pihak. Pelanggaran terhadap ketentuan ini membuka ruang untuk sanksi administratif hingga proses hukum lebih lanjut.

Proyek infrastruktur bukan semata urusan teknis, tetapi juga cermin tata kelola pemerintahan. Ketika transparansi dilanggar dan pengawasan dikesampingkan, maka yang runtuh bukan hanya struktur beton di lapangan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap institusi.

Bojonegoro hari ini dihadapkan pada pilihan: menindak dan memperbaiki, atau membiarkan preseden buruk berulang. Warga menanti keberanian pemerintah untuk tidak sekadar “mengecek”, tetapi bertindak dengan tegas, terbuka, dan akuntabel.

Redaksi MediaRajawali.id akan terus mengawal perkembangan kasus ini dan menyampaikan setiap langkah lanjutan yang diambil oleh Pemkab Bojonegoro kepada publik.

REDAKSI

Share :