Home Opini

Bumdes dan Bumdesma di Bojonegoro: Mimpi Kolektif yang Terpasung di Belantara Birokrasi

by Media Rajawali - 18 April 2025, 12:52 WIB

Bojonegoro, kabupaten yang dianugerahi limpahan sumber daya, kini menghadapi ironi pahit dalam urusan membangun kemandirian desa. Di atas kertas, keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) seharusnya menjadi lokomotif ekonomi rakyat. Namun di lapangan, yang terjadi justru sebuah parade stagnasi, mismanajemen, dan retorika kosong.

Dalam banyak kasus di Bojonegoro, BUMDes hanyalah papan nama; sebuah monumen dari ambisi yang tidak pernah sungguh-sungguh dihidupkan. Manajemen yang lemah, minimnya inovasi usaha, hingga praktik bisnis yang dibalut oleh aroma kepentingan politik lokal menjadi penyakit kronis yang menggerogoti tubuh-tubuh organisasi ini.

Lebih jauh, kehadiran BUMDesma yang melibatkan kerjasama lintas desa justru menambah kompleksitas. Alih-alih menjadi kekuatan kolektif, BUMDesma kerap terjerembab dalam tarik-menarik kepentingan antar kepala desa yang lebih sibuk menghitung kontribusi dan keuntungan ketimbang merumuskan visi bisnis jangka panjang. Di balik rapat-rapat resmi dan laporan tahunan yang tebal, mengintip kenyataan pahit: inefisiensi struktural, pembagian hasil yang tidak transparan, serta komitmen parsial dari desa-desa anggota.

Baca juga:

Di tengah sorotan nasional tentang pentingnya kebangkitan ekonomi desa, Bojonegoro justru mempertontonkan sebuah ironi: potensi besar yang dipasung oleh birokrasi kecil. Tak ada keberanian untuk meninjau ulang kegagalan, apalagi melakukan reformasi radikal dalam pengelolaan BUMDes dan BUMDesma. Yang tersisa hanyalah siklus berulang: program diluncurkan dengan gegap gempita, dana dikucurkan dengan penuh harapan, lalu semuanya menguap tanpa jejak perubahan nyata.

Pemerintah kabupaten seharusnya lebih dari sekadar menjadi fasilitator seremoni. Diperlukan intervensi nyata: audit menyeluruh, pembenahan tata kelola, hingga rekrutmen manajemen profesional yang bebas dari intervensi politik desa. Jika tidak, BUMDes dan BUMDesma di Bojonegoro hanya akan terus menjadi artefak kegagalan kolektif bukannya tonggak kemandirian, melainkan batu nisan atas mimpi desa untuk berdaulat secara ekonomi.

Bojonegoro layak mendapatkan lebih dari sekadar janji-janji pembangunan. Desa-desa di tanah minyak ini pantas mendapatkan BUMDes yang hidup, tumbuh, dan benar-benar berfungsi bukan hanya sebagai instrumen administrasi, melainkan sebagai penggerak riil ekonomi rakyat.

Oleh : Budi Hartono 

Share :