Bojonegoro, – Dengan alokasi dana miliaran rupiah, Bantuan Keuangan Desa (BKD) 2025 menjadi titik krusial dalam upaya mempercepat pembangunan infrastruktur pedesaan di Kabupaten Bojonegoro. Dana ini diharapkan mampu mengubah wajah desa-desa penerima, menghadirkan akses jalan yang lebih baik, jembatan yang lebih kokoh, serta fasilitas yang lebih memadai bagi masyarakat. Namun, pertanyaan mendasar tetap menggantung: apakah implementasi program ini akan memenuhi ekspektasi atau justru berakhir sebagai deretan proyek yang sarat masalah?
Distribusi BKD tahun ini mengarah ke sejumlah desa dengan kebutuhan infrastruktur yang mendesak. Kecamatan Sumberrejo, Padangan, dan Baureno, misalnya, memperoleh dana signifikan untuk pembangunan jalan dan jembatan. Namun, tidak semua desa mendapat alokasi yang sama, menimbulkan pertanyaan tentang keadilan distribusi serta mekanisme pemilihan penerima manfaat.
Sejarah panjang bantuan keuangan publik di Indonesia kerap diwarnai dengan permasalahan laten: ketidaktepatan sasaran, pengerjaan yang asal-asalan, hingga potensi penyalahgunaan anggaran. Kualitas infrastruktur yang dihasilkan sering kali tidak sebanding dengan dana yang digelontorkan. Pada titik inilah, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa BKD benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Baca juga:
Keberhasilan program ini tidak hanya bergantung pada komitmen pemerintah daerah, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat. Tanpa pengawasan publik yang ketat, proyek-proyek yang didanai BKD berisiko jatuh ke dalam pola lama: pembangunan setengah hati yang tidak membawa perubahan signifikan. Oleh karena itu, warga desa perlu didorong untuk mengambil peran dalam memastikan bahwa setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar digunakan sebagaimana mestinya.
Selain itu, pemerataan pembangunan menjadi isu yang tidak bisa diabaikan. Jika pola distribusi dana tidak dievaluasi secara berkala, ketimpangan antarwilayah akan semakin tajam. Desa yang sudah berkembang akan terus mendapatkan dukungan, sementara desa yang masih tertinggal akan semakin terpinggirkan. Kebijakan yang lebih inklusif dan berbasis data diperlukan agar tidak ada wilayah yang terabaikan dalam proses pembangunan.
BKD 2025 adalah peluang besar sekaligus ujian bagi kredibilitas tata kelola pemerintahan daerah. Jika dijalankan dengan baik, dana ini bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi desa dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Namun, jika hanya menjadi rutinitas tahunan tanpa pengawasan ketat, BKD hanya akan menjadi simbol harapan yang terus dikhianati oleh realitas di lapangan.
Kini, saatnya bagi pemerintah, masyarakat, dan media untuk memainkan perannya masing-masing. Transparansi harus ditegakkan, efektivitas harus diutamakan, dan kepentingan masyarakat harus selalu menjadi prioritas utama. Sejarah akan mencatat, apakah BKD 2025 menjadi momentum perubahan atau sekadar janji pembangunan yang kembali terhempas di tengah jalan.
REDAKSI