Lamongan — Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2025 di Desa Lamongrejo, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, menuai sorotan tajam. Pasalnya, biaya yang dibebankan kepada warga mencapai Rp 700 ribu per bidang tanah, atau lima kali lipat dari batas maksimal yang ditetapkan pemerintah pusat.
Sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri yakni Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Desa PDTT biaya partisipasi masyarakat untuk wilayah Jawa dan Bali maksimal Rp 150 ribu. Namun di Lamongrejo, angka tersebut justru membengkak tanpa penjelasan resmi.
Klaim bahwa biaya tersebut merupakan hasil "kesepakatan" antara pemohon dan kelompok masyarakat (Pokmas) dinilai tidak dapat membenarkan praktik pungutan yang melampaui aturan.
"Jika biaya sudah ditentukan nominalnya dan bersifat wajib, meski disebut kesepakatan, maka itu patut dikategorikan sebagai pungutan liar," ujar pakar hukum publik Zuhdan Haris Zamzami, ST, SH, dari Universitas Darul Ulum Jombang.
Dalam upaya menyeimbangkan pemberitaan, redaksi MediaRajawali.id telah mengajukan permintaan konfirmasi secara resmi melalui pesan WhatsApp kepada Kepala Desa Lamongrejo, Suroso, dan Camat Ngimbang, Bambang Purnomo, AP., MM.
Namun hingga berita ini ditayangkan, keduanya memilih bungkam. Tak ada respons, penjelasan, ataupun klarifikasi yang diberikan, meski pertanyaan yang diajukan menyangkut kepentingan publik dan transparansi program nasional.
Sikap diam ini kontras dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang secara eksplisit mewajibkan pejabat publik untuk memberikan informasi yang akurat dan terbuka kepada masyarakat.
“Ketika pejabat publik menutup akses informasi atas program yang menggunakan nama negara, maka ruang penyimpangan semakin terbuka lebar,” tambah Zamzami.
Melihat ketidakterbukaan pemerintah desa dan kecamatan, masyarakat didorong untuk melaporkan dugaan pungli ini melalui jalur resmi yang telah disediakan oleh negara. Beberapa lembaga pengawasan dan penegakan hukum yang bisa dijadikan rujukan pelaporan antara lain:
Baca juga:
Saber Pungli (https://saberpungli.id) – layanan nasional pemberantasan pungutan liar.
Inspektorat Kabupaten Lamongan – pengawasan internal terhadap pelaksanaan pemerintahan desa dan kecamatan.
Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur (jatim@ombudsman.go.id) – untuk dugaan maladministrasi dan penyalahgunaan kewenangan.
Kejaksaan Negeri Lamongan – untuk dugaan korupsi atau penyimpangan dana program nasional.
LAPOR! (https://www.lapor.go.id) – platform resmi pemerintah untuk pengaduan publik.
Langkah pelaporan oleh warga sangat penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan program PTSL tidak disalahgunakan oleh oknum yang mencari keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan “kesepakatan”.
Program PTSL sejatinya merupakan bagian dari agenda besar reforma agraria, yang bertujuan memberikan kepastian hukum atas kepemilikan tanah bagi seluruh warga negara. Namun ketika implementasinya dibebani dengan biaya di luar ketentuan dan tidak disertai transparansi, maka kepercayaan publik pun dipertaruhkan.
“Reforma agraria tak akan pernah berhasil jika instrumen di level bawah justru menjadikan program ini sebagai ladang transaksi,” tutup Zamzami.
Media ini tetap membuka ruang klarifikasi bagi Kepala Desa Lamongrejo dan Camat Ngimbang untuk memberikan penjelasan resmi guna menyeimbangkan pemberitaan.
REDAKSI