Home Opini

ANGIN SEGAR MENUJU INDONESIA EMAS: MENANTI LANGKAH NYATA PEMERINTAHAN PRABOWO

by Media Rajawali - 22 April 2025, 18:39 WIB

Oleh: Satrio Imam Panjalu

April 2025, dari Kamar Demokrasi - 'Seiring berjalannya waktu, Indonesia terus berusaha mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (IPTEKIN). Dari masa kepemimpinan Presiden Soekarno hingga kini memasuki era Prabowo Subianto, upaya memajukan IPTEKIN tampak seperti menabung harapan di tengah kepasrahan. Meski sumber daya alam melimpah dan bonus demografi menjanjikan, Indonesia belum mampu menjadikan kreativitas dan inovasi anak bangsanya sebagai kekuatan utama pembangunan.

Nama-nama seperti Randall Hartolaksono, Dr. Khairul Anwar, Dr. Warsito, dan Ricky Elson seharusnya menjadi ikon kemajuan IPTEKIN nasional. Hartolaksono, dengan temuan cairan pemadam api berbahan dasar kulit singkong, berpotensi menanggulangi kebakaran hutan yang kerap menjadi bencana tahunan. Dr. Khairul Anwar, penemu teknologi broadband cikal bakal 4G LTE, membuktikan bahwa anak bangsa mampu menjawab kebutuhan konektivitas nasional. Dr. Warsito, penemu alat terapi kanker, serta Ricky Elson dengan mobil listrik Tucuxi dan Selo, menunjukkan potensi besar negeri ini dalam bidang kesehatan dan energi masa depan.

Sayangnya, dukungan terhadap para inovator tersebut masih minim. Karya mereka lebih sering mendapatkan tempat di luar negeri ketimbang di tanah air. Ironisnya, inovasi tersebut kemudian kembali ke Indonesia dalam bentuk produk impor dengan label perusahaan asing.

Baca juga:

Pertanyaannya, apakah pemerintah kurang dana atau kurang perhatian? Sementara inovasi dalam negeri terabaikan, impor produk asing terus berlangsung. Fenomena ini tak hanya melemahkan industri nasional, tetapi juga mendorong pola konsumtif masyarakat dan memperbesar ketergantungan pada produk luar negeri.

Menurut Tempo.co, komitmen pemerintah Indonesia terhadap kemajuan IPTEKIN tergolong rendah. Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara ASEAN, bahkan di antara anggota G20. Data tahun 2019 menunjukkan, jumlah peneliti Indonesia hanya 388 orang per satu juta penduduk. Sebagai perbandingan, Thailand memiliki 1.790 peneliti, Singapura 7.287, dan Korea Selatan mencapai 8.408 peneliti per satu juta penduduk.

Dalam hal paten, situasi pun tak kalah memprihatinkan. Tahun 2021, Indonesia hanya mencatat 1.445 paten, tertinggal dari Malaysia (1.863), Singapura (9.766), dan Korea Selatan (267.527).

Di tengah situasi global yang dilanda perang dagang dan gejolak nilai tukar, Indonesia tak bisa lagi menunda transformasi. Pemerintahan Prabowo Subianto perlu mengambil langkah strategis: melakukan revolusi kebijakan dalam pengembangan dan penerapan IPTEKIN. Dukungan nyata bagi peneliti dan inovator harus diwujudkan, baik dalam bentuk pendanaan, fasilitas riset, maupun perlindungan hukum.

Mimpi menuju Indonesia Emas 2045 tidak akan tercapai tanpa keberanian mengambil kebijakan jangka panjang dan keberpihakan kepada putra-putri terbaik bangsa. Waktunya membuka jalan selebar-lebarnya bagi inovasi yang lahir dari kampus, laboratorium, dan bengkel-bengkel kecil di pelosok negeri.

Dari sini, masa depan Indonesia bisa dibangun dengan fondasi yang kuat: karya anak bangsa sendiri.

Share :